Sunan Drajat atau Raden Qasim - DUNIA INFORMASI

Breaking

Friday, 18 July 2014

Sunan Drajat atau Raden Qasim

Sunan Drajat
Sunan Drajat adalah putra Sunan Ampel dari perkawinan Nyi Ageng Manila alias Dewi Condrowati. Empat putra Sunan Ampel lainnya adalah Sunan Bonang, Siti Muntosiyah  yang dinikahi Sunan Giri, Nyi Ageng Maloka yang diperistri Raden Patah dan seorang putri yang disunting Sunan Kalijaga. Tentang Sunan Drajat tidak banyak naskah yang mengungkapkan tentang jejaknya.

Kisah Dakwah sunan Drajat di pesisir barat Gresik

Sunan Drajat menurut cerita beliau menghabiskan masa kecil dan remajanya di kampong halamannya di Ampeldenta, Surabaya. Setelah dewasa, ia diperintahkan ayahnya, Sunan Ampel, untuk berdakwah di pesisir barat Gresik. Perjalamam ke Gresik ini merangkum sebuah cerita, yang kelak berkembang menjadi legenda.
Awalnya Sunan Drajat  berlayar dari Surabaya, dengan menumpang biduk nelayan. Di tengah perjalanan, perahu Sunan Drajat  terseret badai dan pecah dihantam ombak di daerah  Lamongan, sebelah barat Gresik. Sunan Drajat selamat dengan berpegangan pada dayung perahu. Kemudian Sunan Drajat ditolong ikan cucut dan ikan talang ada juga  yang menyebut ikan cakalang. Dengan menunggang kedua ikan itu, Sunan Drajat berhasil mendarat di sebua h tempat yang kemudian dikenal sebagai Kampung Jelak, Banjarwati. Menurut tarikh, peristiwa ini terjadi pada sekitar 1485 M.  Sunan Drajat disambut baik olej tertua kampong bernama Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar.
Konon kedua tokoh itu sudah diislamkan oleh pendakwah asal Surabaya yang juga terdampar di sana beberapa tahun sebelumnya. Sunan Drajat kemudian menetap di Jelak dan menikah dengan Kemuning yaitu putrid dari Mbah Mayang dan Mbah Madu. Di Jelak, Raden Qasim mendirikan sebuah surau dan akhirnya menjadi pesantren tempat mengaji ratusan penduduk.
Jelak yang semula dusun kecil dan terpencil lambat laun berkembang menjadi kampong besar yang ramai. Namanya berubah menjadi Banjaranyar. Selang tiga tahun Sunan Drajat pindah ke selatan sekitar satu kilometer dari Jelak ke tempat yang lebih tinggi dan terbebas dari banjir pada musim hujan.  Dan tempat itu dinamai dengan Drajat. Dan semua para pengikut Sunan Drajat  memanggilnya dengan sebutan Sunan Drajat¸dari sinilah nama Sunan Drajat  berawal.
Sunan Drajat masih menganggap tempat itu belum strategis sebagai pusat dakwah islam. Lantas Sunan Drajat diberi ijin oleh Sultan Demak, penguasa Lamongan kala itu untuk membuka lahan baru di daerah perbukitan selatan. Lahan berupa hutan belantara itu dikenal penduduk daerah sebagai daerah angker.
Menurut sahibul kisah, banyak makhluk halus yang marah akibat pembukaan lahan itu. Mereka meneror penduduk  pada malam hari dan menyebarkan penyakit tetapi Sunan Drajat  mampu mengatasinya. Setelah pembukaan lahan rampung Sunan Drajat  bersama para pengikutnya membangun pemukiman baru seluas Sembilan hectare.
Atas petunjuk sunan giri lewat mimpi, Sunan Drajat menempati sisi perbukitan selatan, yang kini menjadi kompleks pemkaman dan dinamai Ndalem Duwur. Sunan Drajat  mendirikan masjid agak jauh di barat tempat tinggalnya. Masjid itulah yang menjadi tempat berdakwah menyampaikan ajaran islam kepada penduduk.
Sunan menghabiskan sisa hidupnya di Ndalem Duwur hingga wafat pada 1522. Si tempat itu yang kini dibangun sebuah museum tempat menyimpan barang-barang peninggalan Sunan Drajat  termasuk dayung perahu yang dulu pernah menyelamatkannya. Sedangkan lahan bekas tempat tinggal Sunan Drajat  kini dibiarkan kosong dan dikeramatkan

Kisah sunan drajat berdakwah di pesisir utara jawa timur

Suatu ketika sunan ampel atau ayah dari Raden Qasim memanggil Raden Qasim dan berkata kepadanya “wahai anakku qasim, engkau kini telah dewasa. ilmu agama yang kamu miliki pun sudah cukup untuk dijadikan berkal berdakwah. ayah sudah menugaskan kakakmu, raden makhdum untuk berangkat ke Tuban. Ayah mendengar kakakmu sudah berhasil mengembangkan islam di sana. Ayah juga berharap kamu membantu para ulama untuk berdakwah di jawa”
Mendengar perkataaan ayahnya tersebut, Raden Qasim tidak segera menjawabnya. Ia sedang memikikirkan sesuatu. sebenarnya ia sudah lama ingin mengikuti jejak kakaknya. Ia ingin menyusul kakaknya untuk membantu berdakwah di Tuban. Kemudia Raden Qasim berkata
“saya ingin membantu kakak makhdum di Tuban, ayahanda,”
Mendengar jawaban anaknya tersebut, sunan ampel tersebut kemudian berkata kepada anaknya, “mengapa kamu harus membantu kakakmu di sana? pada ayah ingin memerintahkanmu ke arah timur. Di tempat itu, islam belum menyentuhnya sama sekali”
Ke timur? jawab Raden Qasim
iya, apakah kamu keberatan, anakku?
Saya rasa berat akalu ke timur, ayahanda, sebab ajaran hidu masih kental sekali di sana”
“benar, ajaran hindu memang masih kental sekali di sana, lalu menurutmu, kamu cocok berdakwah di mana?
“kalau diizinkan, saya ingin berdakwah di daerah surabaya atau tuban, ayahanda?
“kalau begitu”, sunan ampel menghentikan kata-katanya untuk berpikir sejenak, lalu melanjutkan kata-katanya,
“bagaimana kalu kamu berdakwah di daerah pesisir utara antara gresik dan tuban?”
Raden Qasim pun setuju dengan usual ayahnya. Kemudian pada hari yang telah ditentukan, ia bersama para santri sunan ampel berlayar menggunakan perahu. Dari kalimas, perahu itu keluar berbelok ke kiri menuju gresik. Ketika sampai di gresik, ia singgah terlebih dahulu di giri kedaton untuk bersilahturahmi kepada sunan giri.
Berkatalah Raden Qasim kepada sunan giri “saya ditugaskan oleh ayahanda untuk pergi ke daerah pesisir utara agar mengikuti jejak kakak makhdum.
Sunan giri pun mendengar kabar itu dengan senang hati. ia sangat mendukung niat baik putrai sunan ampel tersebut. Karena itu, sunan giri memberi nasihat yang diperlukan oleh Raden Qasim.
“Nanti, kamu akan berhadapan dengan masyarakat yang bekerja sebagai nelayan sehari-hari.. Di sana, agama hindu dan budha masih kental. Karena itu, kamu harus bisa membaur dengan mereka. Jangan sekali kali kamu menyinggung hati mereka. Kalau kamu menyinggung hati mereka, maka dakwah yang kamu lakukan tentu sulit diterima oleh mereka” kata sunan giri berkata pada Raden Qasim.
Sunan giri memberikan banyak nasihat kepada Raden Qasim tentang berbagai hal yang diperlukan untuk persiapan sebelum terjun langsung menyebar agama islam kepada masyarakat. Setelah itu, Raden Qasim pun berpamitan. Ia berangkat menggunakan peralu layar.
Cerita sunan drajat, Setelah beberapa waktu perahu Raden Qasim berlayar, tiba tiba angin dan badai menyerang perahu Raden Qasim.
Perahu yang ditumpangi oleh Raden Qasim pecah, kemudia ia dan para santri yang menemaninya berenang menuju ke tepian. Alhamdulillah mereka bisa berenang dengan selamat sampai di sebuah desa. Yang pada akhirnya nanti, desa tersebut dinamai desa ciciran yang berarti perahu yang terdampak. Selanjutnya nama desa tersebut disempurnakan menjadi paciran, yaitu sebuah kota yang terletan di utara jawa timur.
Setelah beristirahat beberapa saat, dan berkenalan dengan para penduduk setempat, raden qasim mendapat informasi bahwa Tuban masih berada di sebelah barat desa paciran. mereka membutuhkan waktu setengah hari untuk menempuhnya dengan perahu. Akhirnya ia memutuskan jika mereka tidak meneruskan perjalanan ke Tuban, tetapi berjalan ke arah timur. Llau mereka singgah di sebuah desa yang bernama Jelag. Di tempat itu, ia diterima dengan baik oleh masyarakat setempat.
Sebelum memberikan ajaran islam yang sebenarnya, Raden Qasim melakukan pendekatan kepada nelayan dengan memberikan ilmu pengetahuan. Ia juga menjelaskan beberapa jenis ikan yang berbahaya jika dikonsumsi. umumnya para nelayan sering mendapatkannya di laut, mereka senang menangkapnya, namun mereka tidak suka memakannya.
Raden Qasim yang merasa yang melihat ikan itu mati sia-sia. Maka, ia memberi keterangan bahwa daging ikan talang mengandung racun. Jika dimakan akan menimbulkan penyakit kulit, misalnya kadas dan sejenisnya. Karena itu, jika para nelayan mendapati ikan talang, sebaiknya ikan tersebut dikembalikan saja ke laut agar terus hidup dari pada mati ketik sampai di pantai.
Raden Qasim juga menerangkan bahwa ikan buntek mengandung racun. Seseorang bisa mati jika memakannya. Begitu juga ikan mmi yang berbentuk seperti topi prajurit. Tidak apa apa jika hanya telurnya yang dimakan. Namun jika ikan itu dimakan sampai ususnya, maka akan menimbulkan keracunan bagi yang mengkonsumsinya,
“Ikan talang itu termasuk ikan yang cerdik. Jangan kalian tangkap dan bunuuh. Sebab, ada seseorang yang pernah terapung di laut, lalu ia selamat berkat pertolongan ikan talang. Caranya, ikan talah menaruh tubuh orang tersebut di atas kepalanya, lalu membawanya berenang sampai ke tepian. Kalian adalah pelaut, bisa saja perahu kalian karam di sana. jika ada ikan talang, maka kalian dapat ditolong,” kata Raden Qasim.
Akhirnya, penduduk setempat menganggap Raden Qasim padai dalam bidang kelautan, sehingga mereka pun segan. Nasihatnya selalu dituruti dan dipatuhi oleh mereka.
Dalam menyiarkan agama islam, Raden Qasim tidak langsung menerapkan syariat. ia menyadari jika orang awa, diberi syariat. maka mereka tentu akan tidak sudi mendekati islam. Namun, hal yang pertama kali ditekankan adalah pembinaan akhlak. Di desa jelag, satu persatu orang datangn dan berguru kepadanya. Sebab, ilmu yang diajarkannya adalah filsafat jawa yang dipadu dengan islam, yaitu tentang pentingnya berakhlak baik. Raden Qasim juga menciptakan tembang untuk sarana membantu budi pekerti luhur.

No comments: