BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Manusia
sebagai makhluk sosial, tidak dapat secara individu, selalu berkeinginan untuk
tinggal bersama dengan individu-individu lainnya.Keinginan hidup bersama ini
terutama pada aktivitas hidup yang berhubungan dengan lingkungannya.Dalam
menjawab tantangan alam, manusia saling berhubungan satu dengan yang lain,
sehingga suatu masyarakat dan aturan yang menyebabkan suatu hubungan antar
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Adanya norma-norma,
adat istiadat, kepercayaan dalam suatu masyarakat, semuanya berhubungan dengan
keseimbangan. Agar tercipta suatu hubungan yang serasi, baik dalam pengelolaan
alam maupun dalam hubungan sosial.Melihat hubungan tersebut maka kebudayaan
menjadi mekanisme kontrol bagi kelakuan manusia.
Adanya
tantangan alam dan respon masyarakat, mengakibatkan kehidupan ini berkembang
menjadi masyarakat menjadi dinamis.Setiap saat timbul berbagai pemikiran untuk
memberikan respon terhadap tantangan alam tersebut.Dinamika masyarakat
memberikan kesempatan kebudayaan untuk berkembang.Sehingga secara singkat dapat
dikatakan bahwa tidak ada kebudayaan tanpa masyrakat, dan tidak ada masyarakat
tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukung.Sehingga dapat dikatakan bahwa
kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan sistem.
Pendidikan
di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau
berkat interaksi murid dan guru dalam proses belajar-mengajar, melainkan juga
oleh interaksi murid dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial
yang dihadapinya di dalam maupun diluar sekolah. Anak itu berbeda-beda bukan
hanya karena berbeda bakat atau pembawaannya akan tetapi terutama karena
pengaruh lingkungan sosial yang berlain-lainan. Ia datang ke sekolah dengan membawa
kebudayaan rumah tangganya, yang mempunyai corak tertentu, bergantung antara
lain pada golongan atau status sosial, kesukuan, agama, nilai-nilai dan
aspirasi orang tuanya. Di sekolah ia akan memilih teman, kelompok, yang ada
pada suatu saat akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya. Selanjutnya anak
dipengaruhi oleh kepala sekolah dan guru-guru, yang masing-masing mempunyai
kepribadian sendiri-sendiri yang antara lain terbentuk atas golongan sosial
dari mana ia berasal dari orang-orang yang dipilihnya sebagai kelompok
pergaulannya. Pendidikan sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi, yang
terjadi dalam interaksi sosial.Maka karena itu sudah sewajarnya seorang
pendidik harus berusaha menganalisa lapangan pendidikan dari segi sosiologi,
mengenai hubungan antara manusiawi dalam keluarga di sekolah, diluar sekolah,
dalam masyarakat dan sistem-sistem sosialnya.Selain memandang anak sebagai
makhluk sosial, sebagai anggota dari berbagai macam lingkungan sosial.
1.2.
Rumusan masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
a.
Apa yang dimaksud
dengan sosiologi dalam pendidikan ?
b.
Apa yang dimaksud
dengan kebudayaan dalam pendidikan ?
c.
Apa yang dimaksud
dengan sekolah dan perubahan masyarakat ?
1.3.
Batasan Masalah
Berdasarkan
perumusan masalah diatas, maka yang menjadi batasan masalahnya adalah bagaimana
pengaruh sosial budaya terhadap pendidikan.
1.4.
Tujuan Pembahasan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang landasan sosial
budaya dalam pengembangan ilmu pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sosiologi dan pendidikan
Secara harfiah atau etimologis,
sosiologi berasal dari bahasa latin : socius = teman, kawan, sahabat, dan logos
= ilmu pengetahuan. Jadi sosilogi adalah ilmu pengetahuan tentang cara
berteman, berkawan, dan bersahabat yang baik dalam masyarakat.
Ada beberapa pemngertian sosiologi
pendidikan yaitu :
a.
Menurut Prof. DR. S.
Nasution, MA, sosiologi pendidikan adalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui
cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian
individu agar lebih baik.
b.
Menurut F. G. Robbins
dan Brown, sosiologi pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan
hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta
mengorganisasikan pengalaman. Sosilogi pendidikan mempelajari kelakuan sosial
serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
Ciri-Ciri
Sosiologi
Sosiologi memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
a.
sosiologi bersifat
empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada observasi
terhadap kenyataan dan akal serta hasilnya bersifat sekulatif.
b.
Sosilogi bersifat
teoristis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun
abstraksi dari hasil-hadil observasi. Abstraksi terfsebut merupakan kerangka
unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan
hubungan-hubungan sebab akibat, sehingga menjadi teori.
c.
Sosiologi bersifat
komulatif yang berati bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar
teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas sertamemperluas
teori-teori yang lama.
d.
Bersifat non-etis,
yakni yang mempersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta tertentu akan tetapi
tujuannya dalah untuk menjelaskan fakata tersebut secara analistis.
Peran
Sosiologi Dalam Dunia Pendidikan
Kenyataan
menunjukkan bahwa masyarakat
mengalami perubahan sangat cepat, progresif, dan kerap kali menunjukkan gejala
“disintegratif” (berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum), perubahan
sosial yang sangat cepat menimbulkan “cultural lag” (ketinggalan kebudayaan
akibat adanya hambatan-hambatan).Cultural lag ini merupakan sumber
masalah-masalah sosial dalam masyarakat.Masalah-masalah sosial juga dialami di
dunia pendidikan, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu
mengatasinya.Maka lembaga-lembaga pendidikan mengharapkan ahli sosiologi dapat
menyumbangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-masalah pendidikan
yang fundamental.Dalam hal ini adalah sosiologi pendidikan.
Agar
para pendidikan dapat mengajar atau memberitahu bagaimana siswa dapat memiliki
kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab maka pendidik harus
memahami dan dibekali dengan sosiologi.Mengapa para guru dan calon guru harus
memahahami dan dibekali dengan sosiologi? Guru adalah seorang administrator,
informator, konduktor, dan sebagainya, dan harus berkelakuan menurut harapan
masyarakat. Dari guru, sebagai pendidik dan pembangun maka generasi baru
diharapkan memiliki tingkah laku yang bermoral tinggi demi masa depan bangsa
dan negara. Selain itu kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana
kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinkmati anak dalam mengeluarkan buah
pikiran, dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan
yang dialami dalam pengembangan pribadinya.
Proses
sosial dimulai dari interaksi sosial yang didasarkan pada faktor-faktor berikut
ini :
ü Imitasi
Peniruan yang
bisa bersifat positif atau negatif yang dilihat peserta didik dari lingkungannya
ü Sugesti
Sesorang yang
memiliki sifat tertarik atau menerima pada pandangan atau sikap orang lain yang
berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.
ü Identifikasi
Seorang anak
akan mensosialisasikan lewat identifikasi, ia akan berusaha menyamakan dirinya
dengan orang lain baik secara sadar maupun tidak sadar.
ü Simpati
Sikap ini akan
terjadi jika sesorang tertarik terhadap orang lain.
Faktor
perasaan disini sangat dominan dan biasanya terjadi hubungan yang akrab
diantaranya.
Keempat
faktor tersebut yang mendasari sosialisasi anak-anak dimana terjadi suatu
tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam mengadakan proses sosial. Untuk
memudahkan terjadinya sosialisasi dalam pendidikan, guru haruslah menciptakan
situasi pada dirinya sendiri, agar faktor-faktor yang mendasari sosialisasi itu
muncul pada diri anak-anak.
Proses
sosialisasi yang dilakukan dengan baik akan sangat membantu pelaksanaan
sosiologi pendidikan. Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses membimbing
individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik
individu/siswa pada kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia
menjadi anggota masyarakat yang baik termasuk juga kedalam berbagai kelompok
khusus. Jadi sosialisasi juga dapat dianggap sebagai pendidikan atau masyarakat
atau memanusiakan diri. Sebagai pendidikan adalah proses memanusiakan manusia
secara manusiawi, disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi
sosialnya.
Dalam
proses sosialisasi individu/siswa belajar bertingkah laku, kebiasaan, serta
pola-pola kebudayaan lainnya, juga belajar tentang keterampilan-keterampilan
sosial seperti bahasa , bergaul, berpakain, cara makan, dan sebagainya. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam
interaksi individu/siswa dengan lingkungan seperti orang tua, saudara-saudara,
guru-guru, teman sekolah/sepermainan, informasi-informasi insidental seperti
membaca buku, mendengarkan radio, berinteraksi dengan lingkungan dan
sebagainya.
Dari
interaksi anak dengan lingkungannya, lambat laun ia akan memperoleh keadaan
akan dirinya sebagai pribadi. Ia juga memandang dirinya sebagai objek, seperti
orang lain memandang dirinya. Ia dapat
mengatur kelakuannya seperti yang
diharapkan orang lain dari padanya. Ia dapat merasakan tentang perbuatannya
yang salah, dan harus maaf. Dengan menghadapi dirinya sebagai pribadi, ia dapat
menempatkan dirinya dalam struktur sosial, dapat mengharapkan konsekuensi
positif bila berkelakuan menurut norma yang berlaku atau menerima aib yang
negatif atas kelakuannya/ tindakannya yang melanggar norma yang berlaku. Dengan
demikian akhirnya ia dapat mengenal dirinya dalam lingkungan sosialnya, dapat
menyesuaikan kelakuan dan tindakannya sesuai harapan masyarakatnya, sehingga
dapat menjadi anggota masyarakat yang baik melalui proses sosialisasi yang dilaluinya,
jadi dalam interaksi sosial ia menemukan jati dirinya.
Dalam
proses sosialisasi bisa terjadi kendala atau hambatan, hal ini terjadi karena
kesulitan komunikasi, dan adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau
bertentangan. Guru dapat mengatasi keadaan ini dalam proses belajar mengajar
dengan memeberikan kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan pendapatnya,
sehingga anak mampu berkomunikasi dengan baik dengan teman sebayanya maupun
dengan para guru. Misalnya kepada anak yang, mereka adalah orang-orang yang
sangat sulit bersosialisasi dengan anak-anak yang lainnya, guru harus mempunyai
cara agar anak tersebut mempunyai keinginan bersosialisasi dengan teman-temannya.
Selain itu guru tidak bisa membeda-bedakan anak yang satu dengan anak yang
lainnya sehingga tidak ada anak yang merasa dikucilkan. Hal yang lain yang
dapat dilakukan guru dalam proses sosialisasi dikelas misalnya kerja kelompok,
dengan adanya kerja kelompok anak akan berusaha menyesuaikan diri semaksimal
mungkin dengan temannya.
2.2
Kebudayaan dan Pendidikan
Budaya
atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang
berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan
juga sebagai mengolah tanah atau bertani.Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat.Melville J. Herskovits danBronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. MenurutAndreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut
Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan
menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi
tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang mana akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi,seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud
kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Ø Gagasan
(Wujud ideal)
Wujud ideal
kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnyaabstrak; tidak
dapat diraba atau disentuh.Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala
atau di alam pemikiran warga masyarakat.Jika masyarakat tersebut menyatakan
gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu
berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat
tersebut.
Ø Aktivitas
(tindakan)
Aktivitas adalah
wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
itu.Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan
kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang
berdasarkan adat tata kelakuan.Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Ø Artefak
(karya)
Artefak adalah
wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya
semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat, dan didokumentasikan.Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud
kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat,
antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan
yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah
kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Secara historis-religius
bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain kemudian
disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan
tidak dapat dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap dan
penting dalam kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai makhluk alam, juga
berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir (human rational).
Pendidikan merupakan kegiatan
yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya peradaban
suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan.
Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia.Pendidikan pada hakekatnya
merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.Tiada kehidupan masyarakat tanapa
adanya kegiatan pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan
gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun terlihat adanya perbedaan
praktek kegiatan pendidiksn dalam masyarakat masing-masing, yang disebabkan
oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya. Sebagai contoh, praktek pandidikan
yang dilakukan masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan norma kehidupan
keagamaan, sedang masyarakat zaman Renaissance lebih mementingkan nilai-nilai
kehidupan duniawi.
Pendidikan di Indonesia pada
zaman penjajahan kolonial belanda juga menampakkan perbedanya dsalam praktek
pendidikan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan praktek pendidikan
Indonesia. Pendidikan Hindia Belanda menciptakan strata-strata masyarakat agar
dapat menjadi ajang politik “adu domba dan pecah belah”, sedangkan praktek
pendidikan Indonesia seperti Taman Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan
pendidikan pondok-pondok pesantren berdasarkan agama Islam, dan sebagainya.
Kini
praktek pendidikan zaman
Indonessia merdeka yang berdasarkan falsafah dan asas pancasila, harus
dilaksanakan dalam dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.Setiap
pendidik wajib mewujudkan falsafah Pancasila dalam segala kegiatan pendidikan,
menuju terwujudnya masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila.
Agar
kebudayaan bangsa tidak hilang/pudar dari diri anak/siswa, guru perlu
menumbuhkan kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang
luhur dan beradab serta menyerap nilai budaya asing yang positif untuk
memperkaya budaya bangsa.Selain itu guru perlu menumbuhkan rasa cinta dan
bangga terhadap kebudayaannya. Agar rasa cinta dan bangga terhadap
kebudayaannya tidak menjadi berlebihan seperti tidak menyukai kebudayaan orang
lain atau menghina kebudayaan orang lain, guru juga harus mengajarkan dan
memberitahu agar sikap feodal, sikap eksekutif, dan paham kedaerahan yang
sempit serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa
dihilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di
masyarakat maupun di bangsa.
Dalam
pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap serta pengaruh budaya asing yang bertentangan
dengan nilai budaya bangsa dilhilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan
dan kesatuan baik di masyarakat maupun di
bangsa.
Dalam
pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras.Disiplin, sikap menghargai prestasi,
berani bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif. Selain itu perlu
menumbuhkan budaya menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, budaya
belajar, budaya ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perlu dikembangkan pranata sosial yang dapat mendukung proses pemantapan budaya
bangsa.
Setiap
bangsa, setiap individu pada umunya menginginkan pendidikan.Dalam pendidikan
dimaksud disini pendidikan formal, makin banyak formal, makin banyak dan makin
tinggi pendidikan makin baik.Bahkan diinginkan agar tiap warga negara
melanjutkan pendidikannya sepanjang
hidup. Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan
lembaga-lembaga lain yang lambat laun makin banyak dialihkan menjadi beban
sekolah seperti persiapan untuk mencari
nafkah, kesehatan, agama, pendidikan kesejahteraan keluarga,dan lain-lain.
Namum pendidikan formal tidak dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan
kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan tetap memegang fungsi yang penting
dalam pendidikan tranmisi kebudayaan. Pendidikan norma-norma, sikap adat
istiadat, keterampilan sosial dan lain-lain banyak diperoleh anak terutama
berkat pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman
sepermainan dan kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.
Fungsi
sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual yakni memperoleh ilmu dan
pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan latihan mental formal
yaitu suatu tugas pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga
lain, oleh sebab itu memerlukan tenaga yang khusus dipersiapkan yakni guru.
Dalam pendidikan formal yang biasa memegang peranan utama ilah guru dengan mengontrol reaksi dan respon
murid. Anak-anak biasa belajar dibawah tekanan dan bila perlu paksaan tertentu
dan kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan.Kurikulum pada
umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, dan bukan oleh murid itu
sendiri.Materi yang disajikan tidak selalu menarik minat dan perhatian siswa,
dalam hal ini guru berusaha memberikan motivasi ekstrinsik.
Walaupun
banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan banyak
mengandung kelemahan, namum pada umum ya orang percaya akan manfaat pendidikan.
Jumlah anak yang memasuki sekolah senantiasa bertambah.Banyak permintaan yang
telah menjalankan kewajiban belajar, ada yang sampai berusia 12 tahun bahkan
sampai 18 tahun.Dalam sistem kewajiban belajar, kelalaian menhadiri pelajaran
disekolah tanpa alasan dipandang sebagai pelanggaran yang dapat diberikan
hukuman.
Jumlah
peserta didik semakin bertambah banyak dari berbagai lapisan masyarakat, mulai
dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semuanya ini akan menjadi
tanggungjawab pihak pendidik dalam hal memberikan ilmu dan pengetahuan kepada
mereka sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi dimasa yang akan datang.
Ciri-ciri
Kebudayaan
Adapun ciri-ciri dari kebudayaan adalah
:
a.
Kebudayaan adalah
produk manusia. Artinya keudayaan adalah ciptaan manusia bukan ciptaan Tuhan
atau dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan kebudayaannya.
b.
Kebudayaan selalu
bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan secara individual,
melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah suatu karya bersama
bukan karya perorangan.
c.
Kebudayaan diteruskan
lewat proses belajar. Artinya kebudayaan itu diwariskan dari generasi yang satu
kegenerasi yang lainnya melalui suatu proses belajar. Kebudayaan berkembang
dari waktu ke waktu karena kemampuan belajar manusia Tampak disini bahwa
kebudayaan itu selalu bersifat historis, artinya proses yang selalu berkembang.
d.
Kebudayaan bersifat
simbolik, sebab kebudayaan bersifat ekspresi, ungkapan kehadiran manusia. Suatu
ekspresi manusia, kebudayaan ini tidak sama dengan manusia. Kebudayaan disebut
simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya untuk mewujudkan
dirinya.
e.
Kebudayaan adalah
sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak seperti hewan, manusia
memenuhi segala kebutuhannya dengan cara-cara yang beradab, atau dengan
cara-cara manusiawi.
Menurut
Kerber dan Smith (imran Manan, 1989) menyebutkan ada 6 fungsi utama kebudayaan
dalam kehidupan manusia yaitu :
a. Penerus
keturunan dan pengasuh anak
b. Pengembangan
kehidupan ekonomi
c. Transmisi
budaya
d. Meningkatkan
iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
e. Pengendalian
social
f.
Rekreasi
Sekolah
sebagai pusat Kebudayaan
Mempelajari
dan memperhatikan sekolah sebagai pusat kebudayaan diharapkan akan memperoleh
manfaat ganda yaitu :
a.
sebagai guru/dosen
dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah dimana ia bekerja dan memperoleh
nafkah serta mendamarbaktikan dirinya pada kehidupan.
b.
Sebagai guru/dosen
dapat membantu para peserta didik agar dapat menghayati bahwa lingkungan
sekolah adalah pusat kebudayaan, bekal-bekal untuk menciptakan lingkungan
sekolah pada tempat mereka bekerja nanti, dapat juga merupakan pusat kebudayaan
yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnnya dan lingkungan kemanusiaan.
Agar
dapat berperan secara aktif dalam mewujudkan sekolah sebagai pusat kebudayaan,
maka beberapa hal perlu dilakukan oleh para pendidik, beberapa hal tersebut
antara lain :
1. Setiap pendidik hendaknya bersikap inovatif
serta peka terhadap perkembangan dan tuntutan masyarakat, terutama dalam era
globalisasi.
2. Pendidik harus mampu membelajarkan peserta
didiknya dengan menciptakan suasana belajar yang menarik.
3. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut
dengan baik, pendidik hendaknya telah menguasai dan mengoperasikan kompetensi
profesionalnya.
4. Pendidik hendaknya dapat menjadi teladan bagi
para pesreta didik serta warga masyarakat sekitarnya dalam rangka mencioptakan
sekolah sebagai pusat kebudayaan.
5. Pendidik hendaknya mampu menumbuhkembangkan
kesadaran para peserta didiknya agar selalu ingin belajar, baik di sekolah
maupun diluar sekolah.
2.3.
Sekolah dan Perubahan Masyarakat.
Asal
mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan bahwa pada
umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka secara sempurna dan
lengkap. Karena itu mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk mendidik
anak-anak mereka. Dengan sekolah mereka berharap ia mengalami perubahan dalam
kehidupannya baik untuk memperoleh pekerjaannya yang baik maupun untuk
meningkatkan derajat hidup dan prestise di dalam masyarakat. Oleh karenanya
banyak orang yang sekolah sampai ketingkat yang lebih tinggi.
1. Sekolah
yang mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan
Anak yang
menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan sebagai mata
pencarian atau setidaknya mempunyai dasar untuk mencari nafkahnya.Makin tinggi
pendidikan makin besar harapannya memperoleh pekerjaan yang baik.Ijajah masih
dijadikan syarat penting untuk suatu jabatan.Walaupun ijajah itu sendiri belun
menjamin kesiapan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu. Akan tetapi
dengan ijajah yamng tinggi seorang dapat memahami dan menguasai pekerjaan kepemimpinan atau tugas lain yang
dipercayakan kepadanya. Memiliki ijajah perguruan tinggi merupakan bukti akankesanggupan
intelektualnya untuk menyelesaikan studinya yang tidak mungkin dicapai oleh
orang yang rendah kemampuannya. Sekolah yang ditempuh seseorang banyak
menentukan pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang.
2. Sekolah
memberikan keterampilan dasar
Orang yang telah
bersekolah setidak-tidaknya pandai membaca, menulis, dan berhitung yang
diperlukan dalam tiap masyarakat modern. Selain tiu diperoleh sejumlah
pengetahuan lain seperti sejarah, geograpi, kesehatan, kewarganegaraan, fisika
dan lain-lain yang membekali anak untuk melanjutkan pelajarannya, atau
memperluas pandangan dan pemahamanya tentang masalah-masalah dunia.
3. Sekolah
yang membuka kesempatan memperbaiki nasib.
Sekolah sering
dipandang jalan bagi mobilitas sosial.Melalui pendidikan orang dari golongan
rendah dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi.Orang tua mengharapkan
agar anank-anak mempunyai nasib yang baik dan bkarena itu berusaha untuk
menyekolahkan anaknya jika mungkin sampai memperoleh gelar dari suatu perguruan
tinggi, walaupun sering dengan pengorbanan besar mengenai pembiayaan.
4. Sekolah
menyediakan tenaga pembanguna sekolah mambantu memecahkan masalah-masalah sosial.
Masalah-masalah
sosial di harapkan dapat diatasi dengan mendidik generasi muda untuk
mengelakkan atau mencegah penyakit-penyakit sosial seperti kejahatan,
pertumbuhan penduduk yang melewati batas, pengrusakan lingkungan,kecelakaan
lalu lintas,narkotika dan sebagaainya.
5. Sekolah
mentransmisi kebudayaan.
6. Sekolah
membantu manusia yang sosial.
7. Sekolah
merupakan alat menstraformasi kebudayaan
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Kebudayaan
Sosiologi ialah ilmu pengetahuan tentang cara berteman/berkawan/bersahabat atau
bergaul yang baik dalam masyarakat.
Sosiologi
pendidikan adalah iklmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan
proses pendidikan untuk mengembangkan individu kearah yang lebih baik.
Kebudayaan
adalah merupakan hasil (karya) dari cipta, rasa, dan karsa manusia.
Sistem
sekolah yang dipertahankan masyarakat sangat tergantung pada kebudayannya,
karena sekolah merupakan perantara
3.2.
Saran
Agar
hidup bermasyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya maka sudah
seharusnya kita sebagai pemerintah/sekolah,orang tua siswa, dan masyarakat
secara bersama-sama bertanggung jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan
dari segi sosial budaya.
No comments:
Post a Comment