BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata takwa yang sudah umum didengar dan sangat
familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidikan. Takwa adalah melaksanakan
yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarangNya. Takwa juga merupakan suatu
hal yang sangat diharapkan oleh setiap manusia bahwa segala sesuatu urusan yang
dilalui selalu lancar tanpa hambatan. Tetapi sudah merupakan suatu sunatullah
bahwa mustahil untuk mendapat sesuatu tanpa perjuangan. Perjuangan, hambatan,
gangguan dan apapun bentuknya merupakan bagian dari ujian untuk mendapatkan
sesuatu. Seorang ingin lulus sekolah harus melalui ujian, seorang ingin masuk
sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan harus melalui tahapan tes yang
melelahkan.
Allah menegaskan, bahwa barang siapa yang
selalu berupaya merealisir takwanya dalam segala aktivitas riil-konkrit
kesehariannya, maka Allah tidak hanya akan memberinya kebaikan di
dunia–kebaikan sosial, kebaikan profesi, dan kebaikan solusi bagi problema
dirinya, tetapi juga pahala yang sangat besar. Aktualisasi takwa di sisi lain
akan mendorong umat manusia, untuk tidak pernah berhenti melakukan perubahan
dan kompetisi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, terkait dengan
pembahasan takwa, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini.
- Ayat Al Qur’an yang berkaitan
dengan Takwa beserta artinya.
- Tafsir yang berkaitan dengan
ayat di atas.
- Implikasi Takwa berdasarkan
Analisis Ayat-Ayat di Atas dalam Kehidupan.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk
mngetahui:
- Ayat Al Qur’an yang berkaitan
dengan Takwa beserta artinya.
- Tafsir yang berkaitan dengan
ayat di atas.
- Implikasi Takwa berdasarkan
Analisis Ayat-Ayat di Atas dalam Kehidupan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ayat dan Artinya
v Surat Ali Imron ayat 102
v Surat Al Hujurat ayat 13
13. Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.
v Surat Ar’ad ayat 35
35. Perumpamaan syurga yang dijanjikan
kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di
dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah
tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi
orang-orang kafir ialah neraka.
2.2 Tafsir dari
Ayat-ayat di atas
v Surat Ali Imron ayat 102
Diriwayatkan oleh Al Hafidz Ibnu Abil Halim
dari Mas’ud, ujarnya “Takwa kepada Allah, ialah mentaati-Nya, tidak
mendurhakai-Nya, Mensyukuri-Nya, tidak mengingkarinya, menyebut-Nya (mengingat-Nya),
tidak melupai-Nya. Dan Ibnu Abbas berkata “ takwa itu ialah bermudjahadah pada
jalan Allah dengan benar-benar Jihad, dan tidak dipengaruhi pada jalan Allah
oleh celaan para pencela, dan menegakkan keadilan karena Allah, walaupun
terhadap diri sendiri, ibu dan bapak.
Tafsir dalam ayat ini adalah “dan janganlah
kamu mati melainkan dalam kamu menyerahkan diri kepada Allah (beragama Islam).
Yakni: Hai para mu’min, jangan kamu mati melainkandalam keadaan dirimu ikhlas
kepada Allah, tidak menserikatkan Allah dengan sesuatu. Jelasnya, tetaplah kamu
di dalam Islam dengan memelihara segala kewajiban, menjauhi segala larangan,
sehingga kamu menarik nafas penghabisan.
Ada yang mengatakan bahwa firman Allah : ”
ittaqullaha haqqa tuqatihi”, dinasahkan oleh fattaqullaha
mastatha’tum. Mereka berkata: tidak ada jalan dapat kita bertakwa
dengan sepenuh-penuh takwa. Sebenarnya yang dimaksud dengan ayat ini ialah
tetap dalam keadaan kembali dan takut akan Allah lahir dan batin.
v Surat Al
Hujurat ayat 13
v Surat Ar Ra’ad ayat 35
(sedangkan tempat kesudahan bagi orang-orang
kafir ialah neraka)
2.3 Implikasi Takwa
berdasarkan Analisis Ayat-Ayat di Atas dalam Kehidupan Beserta Kesimpulan dari
Tiap-Tiap Ayat
Secara etimologis kata taqwa merupakan bentuk
masdar dari ittaqâ–yattaqiy ittaqâ–yattaqiy (اتَّقَى-
يَتَّقِىْ),yang bearti “menjaga diri dari segala yang membahayakan”. Kata ini
berasal dari kata waqa-yagi-wiqayah yang berarti “menjaga diri menghindari dan
menjahui” yaitu menjaga sesuatu dari segala yang dapat menyakiti dan
mencelakan. Jadi yang dimaksud taqwa adalah kata yang sudah umum didengar dan
sangat familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidikan. Taqwa mengandung
pengertian yang berbeda-beda di kalangan ulama, namun semuanya bermuara pada
satu pengertian yaitu Seorang hamba melindungi dirinya dari kemurkaan Allah
azza wa jalla dan juga siksaNya. Hal itu dilakukan dengan melaksanakan yang
diperintahkan dan menjauhi yang dilarangNya.
Afif Abdulullah Al Fahah Thabbarah mengatakan
Taqwa adalah seorang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang mengundang
kemarahan Allah dan dari segala sesuatu yangmendatangkan mudharat baik dirinya
maupun orang lain. Ibnu Rajab rahimahullah berkata bahwa asal taqwa adalah
seorang hamba membuat pelindung yang melindungi dirinya dari hal-hal yang
ditakuti. Jadi ketaqwaan seseorang hamba kepada Rabnya adalah ia melindungi
dirinya dari hal-hal yang dia takuti, yang dating dari Allah berupa kemurkaan
dan azabNya yaitu melakukan ketaatan kepadaNya dan menjauhi kemaksiyatan
kepadaNya.
Orang-orang bertakwa diberi berbagai kelebihan
oleh Allah Swt, tidak hanya ketika mereka di akhirat nanti tetapi juga ketika
mereka berada di dunia ini. Beberapa kelebihan mereka disebutkan di dalam
al-Quran, antara lain: (1) Dibukakan jalan keluar pada setiap kesulitan yang
dihadapinya (2) Dimudahkan segala urusannya (3) Dilimpahkan kepadanya berkah
dari langit dan bumi (4) Dianugerahi furqân (فُرْقَان), yakni
petunjuk untuk dapat membedakan yang hak dan bathil dan (5) Diampuni segala
kesalahan dan dihapus segala dosanya. Dalam Qs. Ali Imron ayat 102 Allah
berfirman Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah
sebenar-benarnya taqwa kepadaNya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama Islam. Jika seorang ingin mencapai derajat taqwa
mustahil ia dapatkan dalam waktu yang sekejap melainkan melalui proses yang
sangat panjang dengan izin Allah. Allah pun tidak melihat hasil melainkan
proses melalui ujian-ujian yang diberikan pada hambaNya baik dalam bentuk
kebaikan maupun keburukan, kelonggaran maupun kesempitan dan sebagainya. Allah
pun memberikan keluasaan untuk memilih bagi hambanya dua jalan yang terbentang
dihadapannya berupa jalan fujur dan taqwa sebagaimana disebutkan dalam Al
Qur’an.
Ketika seorang memilih jalan fujur maka jalan
menuju taqwa akan terhambat bahkan tertutup. Dan jika memilih jalan taqwa
berarti segala proses, jalan-jalan menuju ketaqwaan akan ia tempuh,
bagaimanapun beratnya perjalanan. Sebagaimana perjalanan Salman Al Farisyi dan
Abu Dzar Al Ghifari mencari hidayah Allah. Setelah mereka mendapatkan hidayah
Allah kemudian mereka mempertahankan hidayah itu dengan usaha ikut berjuang
mengembangkan dan menyebarkan Islam ke penjuru dunia. Atau kisah seorang
pembunuh 100 orang yang bertaubat kepada Allah. Ia mendapatkan suatu nikmat
ketaqwaan dengan diampuninya dosa dan kesalahannya oleh Allah SWT melalui
proses yang sangat panjang. Sebagai pengingat pula bahwa bila seseorang memilih
jalan proses ketaqwaan maka ia akan berusaha sekuat mungkin untuk tetap
konsisten dalam jalan ketaqwaan sebagaimana disebutkan dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Tirmidzi : Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu
berada. Semoga kita termasuk orang yang melakukan proses ketaqwaan sehingga
benar-benar mendapatkan kedudukan taqwa di sisi.
Di sisi lain ayat-ayat Alqur’an yang
bertemakan taqwa tersebut pada umumnya sangat berhubungan erat
dengan “martabat” dan “peran” yang harus dimainkan manusia di dunia, sebagai
bukti keimanan dan pengabdian kepada Allah. Misalnya, ayat Alqur’an yang
berkaitan dengan masalah ini terungkap dalam Surat Alhujarat/49:
13 sebagai berikut : ”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
– bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Dalam
ayat tersebut, taqwa dipahami sebagai “yang terbaik menunaikan
kewajibannya”. Maka, manusia “yang paling mulia dalam pandangan Allah” adalah
“yang terbaik dalam menjalankan perintah dan meninggalkan laranganNya”. Inilah
yang menjadi salah satu dasar kenapa Allah menciptakan langit dan bumi yang
menjadi tempat berdiam makhluk-Nya serta tempat berusaha dan beramal, agar
nyata di antara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.
Allah menegaskan, bahwa barang siapa yang
selalu berupaya merealisir takwanya dalam segala aktivitas riil-konkrit
kesehariannya, maka Allah tidak hanya akan memberinya kebaikan di
dunia–kebaikan sosial, kebaikan profesi, dan kebaikan solusi bagi problema
dirinya, tetapi juga pahala yang sangat besar. Aktualisasi takwa di sisi lain
akan mendorong umat manusia, untuk tidak pernah berhenti melakukan perubahan
dan kompetisi. Bukan kompetisi untuk memunculkan yang munkar, tapi kompetisi
untuk memunculkan yang baik. Keragaman baik itu budaya, suku, ras, dan agama,
maupun juga ragam profesi dalam konteks takwa bukanlah hambatan untuk bekerja
maksimal merealisir amal saleh dan membawa amal jariyah. “Hai manusia,
sesungguhnyaa Kami mencip-takan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Allah juga menegaskan bahwa yang paling mulia
di atas semuanya bukanlah yang menjadikan keragaman sebagai fait a
compli, atau faktor yang memunculkan disharmoni, Orang paling
mulia adalah orang yang dapat memanfaatkan keragaman itu untuk memaksimalkan
peran dirinya, peran sosialnya, peran profesinya, dan peran beragamanya melalui
amalan. Bukan hanya amal dalam pengertian shadaqah, akan tetapi amal dalam
pengertian karya nyata dan amal shalih. Rasulullah bersabda, bahwa manusia yang
paling baik adalah mereka yang menciptakan manfaat, karya, serta amal shalih
yang lebih banyak dan lebih baik bagi sesama umat manusia. Itulah implementasi
takwa yang terbaik. Bila kemudian kelompok masyarakat, individu, atau anggota
masyarakat dapat mewujudkan takwa dalam konteks semacam ini, dia akan menjadi
orang yang utama, mulia, dan terhormat, tidak terhina, tidak tersisihkan, serta
tidak disia-siakan. Dia akan mulia di sisi Allah SWT dan karenanya dia akan
mulia di sisi umat manusia, sebab adalah suatu kemustahilan, mulia di sisi
Allah SWT sambil dihinakan di sisi umat manusia. Kondisi dunia ini sesungguhnya
adalah tanaman yang akan kita panen ketika kita hidup di akhirat.
Ketika dalam diri manusia bercokol bibit sifat
kesombongan dan ketakaburan serta sifat ujub maka sulit baginya untuk dapat
mencapai derajat taqwa. Terkadang dalam realita bahwa kedudukan seseorang itu
ditentukan oleh banyak kriteria seperti pangkat, jabatan, kekayaan, banyaknya
pengikut, kepandaian, banyaknya gelar kehormatan, kecantikan dan kerupawanan
wajah atau bahkan keelokan tubuh yang dapat diumbar dengan seenaknya. Itu
sebuah kekeliruan yang sangat fatal. Argumen itu dipatahkan Allah dengan
ayatNya dalam al-Qur’an Surat Al Hujurat (49) ayat 13 yang
artinya : Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
adalah orang yang paling taqwa di antara kamu. Kita ingat bahwa sungguh Islam
telah meninggikan derajat Salman Al Farisyi dan Bilal bin Rabah sebagai sosok
budak dan telah menurunkan kemuliaan berupa kehinaan Abu Lahab karena
kekufurannya. Hai ini diperjelas dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Ahmad dinyatakan bahwa : Sesungguhnya seutama-utama manusia denganku adalah
orang-orang yang taqwa, siapapun dan bagaimanapun keadaan mereka.
Dalam Surat ar Ra’ad ayat 35 menyatakan
bahwa: “Di dalam apa yang telah Kami kisahkan kepadamu terdapat sifat surga
yang Allah janjikan kepada orang-orang yang bertaqwa, yaitu di bawahnya
mengalir sungai-sungai dari segenap penjuru.” Adapun makna dalam surat ini
adalah:
- Di dalam apa yang telah Kami
bacakan kepadamu atau kami mengisahkannya terdapat sifat surga yang Allah
janjikan kepada orang-orang yang bertaqwa sebagai pembalasan bagi
ketundukannya dan keikhlasannya.
- Surga yang di bawahnya mengalir
sungai-sungai dari segenap penjuru dan dimana saja penghuninya menghendaki
timbullah mata air.
- Di dalamnya terdapat
buah-buahan, makanan, dan minuman yang tidak putus-putus sepanjang masa.
- Bayang-bayangnya pun demikian
pula, terus-menerus hadir tak henti, sehingga di sana tidak ada panas dan
tidak ada dingin. Tidak ada matahari dan tidak ada bulan, serta tidak ada
gelap.
- Surga yang sudah diterangkan
itu merupakan buah yang diperoleh oleh semua orang yang bertaqwa kepada
Allah, yang menjauhkan diri dari segala maksiat dan dosa. Itulah
pembalasan bagi mereka.
- Hasil yang diperoleh semua
orang yang mengingkari Allah adalah neraka sebagai pembalasan atas
dosa-dosa yang mereka kerjakan. Sikap manusia terhadap al-qur’an yang
diturunkan Allah terbagi dua. Ada yang membenarkan dan ada yang
mendustakan, seperti diterangkan oleh Allah sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, terkait dengan
Memahami Konsep Al-Qur’an Tentang Takwa dan Implikasi dalam Kehidupan, maka
kesimpulan dapat diuraikan berikut ini.
1) Ayat-ayat suci al-Qur’an yang
berkaitan dengan ketakwaan di antaranya adalah Surat Ali Imron ayat 102, Surat
al-Hujurat ayat 13 dan Surat Ar Ra’ad ayat 35.
2) Ali Imron ayat 102
Tafsir dalam ayat ini adalah “Wahai segala mereka yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dengan sempurna-sempurna takwa (laksanakan seluruh
kewajiban dan jauhilah segala yang dilarang). Yakni, wajib atasmu bertaqwa akan
Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, yaitu mengerjakan segala perintah Nya
dan wajib menjauhi segala larangannya.”. dan janganlah kamu mati melainkan
dalam kamu menyerahkan diri kepada Allah (beragama Islam). Surat
al-Hujurat ayat 13 yaitu Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kalian dari seorang laki-laki dan perempuan yakni dari Adam dan Hawa dan Kami
jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal.
karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai daru segi ketakwaan dan
sesungguhnya orang mulia diantara kamu adalah yang bertakwa, sesungguhnya Allah
maha mengetahui dan Maha Mengenal apa yang ada dalam batin kalian. Surat
Ar Ra’ad ayat 35 yaitu surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang
takwa yang sungai-sungai di bawahnya; buah-buahnya) artinya apa-apa yang
dimakan di dalam surga dan tidak pernah lenyap (sedang naungannya), tiada
henti-hentinya pula, tidak pernah terhapus oleh matahari, karena di dalam surga
tidak ada matahari, karena Surga tempat kesudahan daripda orang-orang yang
bertakwa. Orang yang berakwa takut kepada perbuatan syirik sedangkan tempat
kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka)
3) Orang-orang bertakwa diberi
berbagai kelebihan oleh Allah Swt, tidak hanya ketika mereka di akhirat nanti
tetapi juga ketika mereka berada di dunia ini. Beberapa kelebihan mereka
disebutkan di dalam al-Quran, antara lain: (1) Dibukakan jalan keluar pada
setiap kesulitan yang dihadapinya (2) Dimudahkan segala urusannya (3)
Dilimpahkan kepadanya berkah dari langit dan bumi (4) Dianugerahi furqân (فُرْقَان),
yakni petunjuk untuk dapat membedakan yang hak dan bathil dan (5) Diampuni
segala kesalahan dan dihapus segala dosanya
3.2 SARAN
Sebagai makhluk
allah swt kita wajib untuk bertakwa
Kepadanya dan para
utusanya supaya menjalani hidup ini
Dapat bermanfaat
bagi diri sendiri dan orang lain
Dan kita wajib untuk
mengamalkan semua perintah allah swt
Yang telah terdapat
di al qur’an
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mahalily Din, Jalalud, Imam., dan Imam,
Jalalud, Din As Suyuti. Tafsir Jalalin Berikut Asbabub Nuzul. Bandung:
Sinar Baru., 1990.
AshShiddieqy, Asbi. Tafsir al-qur’an.
Jakarta: Bukan Bintang, 1969.
Anonymous. 2008. Taqwa. http//wikepedia.com.
(online). Diakses tanggal 30 April 2010.
Ghazali, Muhtar. 2008. Taqwa dan Implikasinya.
http//Muchtar.Taqwa.php 3. (online). Diakses tanggal 30 april 2010.
Keraf, Gorys., Prof, DR. Komposisi.
Flores: Nusa Indah, 1997.
Muhammad, Tengku.. Tafsir Al-Qur’anul
Majid An-Nuur. Semarang: PT.Pustaka rizki, 2000
No comments:
Post a Comment