Disusun
oleh :
Nurul
Hayati
Jurusan
Pendidikan Matematika
Mata
Kuliah : Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
Puji
syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat
rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Moralitas dan Hukum.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar.
Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan
rasa terima kasih banyak kepada Ibu Deliyana, M.Pd selaku dosen mata kuliah
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Singkawang, 24
Maret 2014
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
1. Latarbelakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
Bab 2 Pembahasan
1. Pengertian Moralitas dan Hukum
a. Pengertian Moralitas
b. Pengertian Hukum
2. Hubungan antara Moralitas dan
Hukum
3. Pelaksanaan Hukum di Indonesia
a. Kepolisian.
b. Kejaksaan.
c. Kehakiman.
4. Hambatan dalam menegakkan hukum
Bab 3 Penutup
1. Simpulan
2. Saran
Daftar Pustaka
Hakikatnya manusia adalah makhluk
moral. Untuk menjadi makhluk sosial yang memiiki kepribadian baik serta
bermoral tidak secara otomatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan.
Menurut pandangan humanisme manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya
ketujuan yang positif dan rasional. Manusia dapat mengarahkan, mengatur, dan
mengontrol dirinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan ialah upaya untuk
memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan
jasmani (Slamet Sutrisno, 1983, 26). Perkembangan kepribadian seseorang tidak
lepas dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya
seseorang (cultural backround of personality).
Setiap orang pasti akan selalu
berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga
dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada
kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu dengan
yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka
diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh
segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu di negara Indonesia, kehidupan manusia
dalam bermasyarakat diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama,
kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial
itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu
berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling
mengisi.
Di Indonesia sendiri, penegakan
hukum selalu menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus diadakan dalam negara
hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan
pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi
adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. Bukan
merupakan rahasia umum lagi bahwa kadang-kadang terdapat noda hitam dalam
praktek penegakan hukum yang perlu untuk dibersihkan sehingga hukum dan
keadilan benar-benar dapat ditegakkan. Sebagai salah
satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan dalam waktu
singkat.
Berdasarkan
latarbelakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah :
1. Apa itu moraliatas dan Hukum ?
2. Apa
hubungan antara moralitas dengan hukum ?
3. Bagaimana
Pelaksanaan hukum di Indonesia ?
4.
Apa saja hambatan-hambatan yang terjadi dalam
penegakan hukum di Indonesia?
Dari
latarbelakang dan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui
apa itu moralitas dan hukum
2. Mengetahui
hubungan antara moralitas dengan hukum
3. Mengetahui
pelaksanaan hukum di Indonesia
4. Mengetahui
hambatan dalam menegakkan hukum
Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
Moralitas berarti Budi Pekerti, Sopan Santun, Adat Kesopanan. Sementara kata
Moralitas, berasal dari kata “Moral” dan moral di dalam kamus didefinisikan
sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai budi pekerti.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk (Bertens,2002:7). Jadi, jika kita berbicara tentang ”Moralitas
atau Moral” pasti kita merujuk kepada cara berfikir dan bertindak yang
dilandasi oleh budi pekerti yang luhur. Istilah moral juga biasanya
dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan
perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut
maupun tidak patut. Moralitas dapat berasal dari
sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari
beberapa sumber.
Masalah moral merupakan masalah
kemanusiaan, jadi sudah sewajarnya apabila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara masalah moralitas menjadi masalah penting yang harus
diperhatikan dalam rangka meningkatkan hubungan sosialnya dengan masyarakat
sekitar yang merupakan realitas kehidupan yang harus dihadapi.
Melihat
kondisi penerus bangsa yang saat ini telah kacau balau. Dimana banyak peristiwa
yang menunjukkan sikap tidak bermoral seperti tindakan pencurian, pemerkosaan,
pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai kehidupan di negara
kita tercinta ini. Belum lagi tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang
membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang
keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan
oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam
negeri maupun luar negeri.
Hukum adalah seperangkat peraturan
yang dibuat oleh negara atau badan yang berwenang. hukum berisi perintah negara
yang dilaksanakan dan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga
negara.sifat dari hukum adalah tegas dan memaksa.
Demi tegaknya hukum,negara mempunyai lembaga beserta
aparat-apratnya di bidang penegakan hukum seperti polisi,jaksa,dan hakim.bila
seseorang melanggar hukum,ia akan menerima sanksinya berupa hukuman misalnya
hukuman mati,penjara,kurungan,dan denda.
Hukum adalah seperangkat norma
tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya
oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun
yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya
secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut
(Achmad Ali). Hukum yang berlaku bagi suatu negara mencerminkan perpaduan
antara sikap dan pendapat pimpinan pemerintahan negara dan keinginan masyarakat
luas mengenai hukum tersebut. Letak perbedaan hukum dan moral, yaitu
norma-norma moral itu berakar pada batin manusia, sedangkan peraturan-peraturan
hukum itu lain karena hukum positif mengendalikan kemungkinan paksaan, ialah
paksaan yang diatur dalam negara harus dilaksanakan. Sesuatu itu hanya menurut
hukum diwajibkan, karena hukum mengatakannya, dan hukum itu hanya mengikat
karena dibentuk dengan cara yang ditunjuk oleh Undang-Undang Dasar. Dan UUD itu
mengikat karena UUD itu merupakan kesepakatan seluruh rakyat dalam negara.
Dalam kehidupan bermasyarakat tidak
akan terlepas dari ikatan nilai-nilai, baik nilai-nilai agama, moral, hukum,
keindahan, dan sebagainya. Hubungan antara hukum dan moralitas sangat erat
sekali. Tujuan hukum ialah mengatur tata tertib hidup bermasyarakat sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral bertujuan mengatur tingkah
laku manusia sesuai dengan tuntutan nilai-nilai moral yang berlaku di
masyarakat. Hukum berisikan perintah dan larangan agar manusia tidak melanggar
aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Moral menuntut
manusia untuk bertingkah laku baik dan tidak melanggar nilai-nilai etika atau
moral. Berbeda dengan hukum, maka hakikat moralitas pertama-tama terletak dalam
kegiatan batin manusia.
Moral berkaitan dengan masalah
perbuatan manusia, pikiran serta pendirian tentang apa yang baik dan apa yang
tidak baik, mengenai apa yang patut dan tida patut untuk dilakukan seseorang.
Dikatakan moralnya baik apabila sikap dan perbuatannya sesuai dengan pedoman
sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan, hukum yang ditetapkan pemerintah
serta kepentingan umum.
Pelanggaran terhadap norma hukum
sekaligus juga melanggar norma moral. Karena itu bagi pelanggar norma hukum
akan mendapat dua sanksi sekaligus, yaitu sanksi hukum dan sanksi moral. Sanksi
hukum berupa hukuman sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan
pemerintah. Sedangkan sanksi moral berupa: (1) sanksi dari Tuhan, (2)
sanksi pada diri sendiri, dan (3) sanksi yang berasal dari keluarga atau
masyarakat.
Pelaksana atau penegak hukum dalam
tatanan hukum di Indonesia terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman.
Kendati, dalam ketentuan perundangan lembaga-lembaga ini terpisah, namun masih
memiliki jalur koordinasi keatasnya, hingga ke presiden. Lembaga-lembaga
tersebut tidak ada yang bebas dan independen, karena garis koordinasi bersifat
vertikal bertanggung jawab kepada kepala negara.
Tugas Kepolisian menurut UU
Kepolisian Bab III Pasal 13 yaitu:
1. Selaku alat
negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum.
2. Melaksanakan
tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada
masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Bersama-sama
dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina
ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
4. Membimbing
masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan
kegiatan
Kendati jajaran kepolisian kian berbenah dengan semboyan profesionalisme
dan melayani kepentingan masyarakat, namun dalam prakteknya kerap terjadi
distorsi kebijakan. Masyarakat sering mempertanyakan eksistensi pihak
kepolisian ini.
Pertama mengenai aspek kemaksimalan tugas, Kedua Sensitifitas
problema/kriminalitas masyarakat, Ketiga, Kejujuran dan Kenetralan Tugas. Badan
(lembaga) yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat ternyata sekarang menjadi
lembaga angker dan menakutkan.
Tugas kejaksaan menurut Keputusan Presiden RI No. 86 Tahun 1999 pada Bab I
Pasal 2, yaitu: “Kejaksaan mempunyai tugas melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan
serta turut menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan
di bidang hukum”.
Lembaga ini memiliki banyak masalah yang juga meresahkan masyarakat. Jaksa
selaku Penuntut Umum telah juga ternoda, karena ulah sebagian oknum jaksa nakal
dan silau dengan materi. Kenakalan jaksa tidak hanya dalam kasus-kasus yang
telah dilimpahkan di Pengadilan. Namun, kenakalan itu juga di luar Pengadilan.
Misalnya, kasus-kasus yang masih dalam tahap penyelidikan/penyidikan. Di
tingkat penyelidikan atau penyidikan kerap terjadi penyalah-gunaan wewenang.
Tertuduh/tersangka atau keluarganya bisa saja melobi jaksa yang
menyelidik/menyidik kasusnya meminta kasusnya di-peti es-kan atau istilah
formalnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan).
Kekuasaan kehakiman dapat dilihat dalam UU Tentang Kekuasaan Kehakiman Bab
III Pasal 19. Sedangkan tugas pokok hakim yaitu: “Menerima, memeriksa
dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara (melaksanakan persidangan)”.
Departemen kehakiman hingga kini belum mampu memberantas kenakalan para
hakim di seluruh negeri ini. Betapa tidak, sebenarnya munculnya cibiran tentang
mafia peradilan lebih ditujukan kepada para hakim. Kita tahu, wajah hukum
negeri ini telah dicoreng dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi karena
praktik vonis yang tanpa dasar atau cenderung menurut selera para hakim. Dari
hari ke hari, Lembaga ini kerap ditunding melahirkan hakim nakal.
Putusan-putusan hakim sering mengusik hati nurani dan rasa keadilan masyarakat.
Kita tentu masih ingat misalnya Tommi Suharto yang seabrek-abrek kejahatannya,
divonis hanya 15 tahun penjara. Anehnya, beberapa hari mendekam
dipenjara, tanpa dasar dan alasan yang rasional ia mendapatkan keringanan
masa tahanan (remisi). Dan masih banyak lagi kasus-kasus kelas kakap yang belum
dapat dituntaskan pihak Kejaksaan. Sebenarnya, praktik mafia peradilan
tidak hanya ditujukan kepada dua lembaga tersebut, tapi juga dengan pengacara.
Sekarang ini, tugas pengacara banyak mengalami perubahan fungsi. Semula
mendampingi klien dan membelanya, baik di dalam maupun di luar Pengadilan
(litigasi dan non litigasi). Kini, sudah bergeser menjadi calo perkara dan
pelobi atau makelar kasus. Meski tidak semua, namun kebanyakan pengacara
menangani perkara karena pertimbangan financial, sekalipun mereka harus mematikan
hati nurani. Ukuran keberhasilan (menang) suatu kasus bukan karena kemampuan
analisis cerdas pengacara dalam mengotopsi dan menggali dasar hukum kasus yang
sedang ditangani, melainkan berdasarkan kalkulasi seberapa banyak uang klien
yang akan disuguhi kepada hakim yang menangani suatu kasus.
Sebagai salah
satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan dalam waktu
singkat. Hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain:
1.
Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi
pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) dan lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses
pembentukan peraturan perundang-undangan karena masing-masing mempunyai
kepentingan (ego sektoral). Akibatnya, ketidakpastian dan penegakan peraturan
perundang-undangan lebih mengemuka dan pada akhirnya rakyatlah yang dirugikan
karena sangat bertentangan dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban dan
ketenteraman.
2.
Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum
yang lain juga masih belum memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Dapat
dilihat dari banyaknya kasus yang diputuskan oleh pengadilan yang bersifat
kontroversial, yang bertentangan dengan moral dan rasa keadilan masyarakat.
3.
Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap
perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara
(transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk
uang dari hasil korupsi.
4.
Kurangnya tenaga perancang peraturan
perundang-undangan (legal drafter) yang berkualitas sehingga sering
menimbulkan multiinterpretasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan,
baik di pusat maupun di daerah.
5.
Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman
terhadap pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang
menggembirakan dalam masyarakat. Merupakan suatu kenyataan bahwa kegiatan
penyuluhan hukum dan pemahaman terhadap nilai-nilai HAM belum memengaruhi
perilaku setiap anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
6.
Rendahnya moral penegak hukum dan masyarakat di
Indonesia. Menimbulkan berbagai kasus dalam hukum seperti korupsi, mafia hukum,
dan mafia pajak dimana kasus-kasus ini menyeret para pejabat tinggi di
pengadilan.
Penutup
Moralitas dan hukum mempunyai
keterkaitan yang sangat erat sekali. Pada dasarnya moral, dan hukum mempunyai
fungsi yaitu untuk melayani manusia. pertama, berfungsi mengingatkan
manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari
masyarakat. kedua, menarik perhatian pada permasalahan-permasalahan
moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik
perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”.
Moral mengandung nasihat, wejangan,
petuah, peraturan, dan perintah turun temurun melalui suatu budaya tertentu.
Hambatan-hambatan
yang dihadapi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia antara lain: Kurang
optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam
mematuhi Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Lemahnya koordinasi
antarinstansi/lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan,
Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang masih belum
memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Kurangnya pengetahuan aparat penegak
hukum terhadap perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup
kejahatan antarnegara (transnational crime) terutama mengenai tindakan
pencucian uang termasuk uang dari hasil korupsi. Kurangnya tenaga perancang
peraturan perundang-undangan (legal drafter) yang berkualitas. Upaya
untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap pelindungan dan
penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang menggembirakan dalam
masyarakat. Rendahnya moral penegak hukum di Indonesia.
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai mobilitas dan hukum yang menjadi pembahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik yang membangun agar
penulisan makalah kami bisa lebih maju lagi di masa yang akan datang
No comments:
Post a Comment