Makalah Moralitas dan Hukum - DUNIA INFORMASI

Breaking

Monday 16 June 2014

Makalah Moralitas dan Hukum

Disusun oleh :
Nurul Hayati
Jurusan Pendidikan Matematika
Mata Kuliah : Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Moralitas dan Hukum. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan rasa terima kasih banyak kepada Ibu Deliyana, M.Pd selaku dosen mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Singkawang, 24 Maret 2014



Daftar Isi
Kata Pengantar. i
Daftar Isi ii
Bab 1 Pendahuluan. 1
1.      Latarbelakang. 1
2.      Rumusan Masalah. 2
3.      Tujuan. 2
Bab 2 Pembahasan. 3
1.      Pengertian Moralitas dan Hukum.. 3
a.      Pengertian Moralitas. 3
b.      Pengertian Hukum.. 4
2.      Hubungan antara Moralitas dan Hukum.. 4
3.      Pelaksanaan Hukum di Indonesia. 5
a.      Kepolisian. 6
b.      Kejaksaan. 6
c.       Kehakiman. 7
4.      Hambatan dalam menegakkan hukum.. 8
Bab 3 Penutup. 10
1.      Simpulan. 10
2.      Saran. 11
Daftar Pustaka. 12



Bab 1 Pendahuluan
1.     Latarbelakang
Hakikatnya manusia adalah makhluk moral. Untuk menjadi makhluk sosial yang memiiki kepribadian baik serta bermoral tidak secara otomatis, perlu suatu usaha yang disebut pendidikan. Menurut pandangan humanisme manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan dirinya ketujuan yang positif dan rasional. Manusia dapat mengarahkan, mengatur, dan mengontrol dirinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan ialah upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani (Slamet Sutrisno, 1983, 26). Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang (cultural backround of personality).
Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dengan baik sehingga dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup manusia selain ada kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara satu dengan yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh segenap warga masyarakat. Oleh sebab itu di negara Indonesia, kehidupan manusia dalam bermasyarakat diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi.
Di Indonesia sendiri, penegakan hukum selalu menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya dibebankan pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. Bukan merupakan rahasia umum lagi bahwa kadang-kadang terdapat noda hitam dalam praktek penegakan hukum yang perlu untuk dibersihkan sehingga hukum dan keadilan benar-benar dapat ditegakkan. Sebagai salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
2.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa  itu moraliatas dan Hukum ?
2.      Apa hubungan antara moralitas dengan hukum ?
3.      Bagaimana Pelaksanaan hukum di Indonesia ?
4.      Apa saja hambatan-hambatan yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia?
3.     Tujuan
Dari latarbelakang dan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui apa itu moralitas dan hukum
2.      Mengetahui hubungan antara moralitas dengan hukum
3.      Mengetahui pelaksanaan hukum di Indonesia
4.      Mengetahui hambatan dalam menegakkan hukum



Bab 2 Pembahasan
1.     Pengertian Moralitas dan Hukum
a.  Pengertian Moralitas
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Moralitas berarti Budi Pekerti, Sopan Santun, Adat Kesopanan. Sementara kata Moralitas, berasal dari kata “Moral” dan moral di dalam kamus didefinisikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai budi pekerti. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk (Bertens,2002:7). Jadi, jika kita berbicara tentang ”Moralitas atau Moral” pasti kita merujuk kepada cara berfikir dan bertindak yang dilandasi oleh budi pekerti yang luhur. Istilah moral juga biasanya dipergunakan untuk menentukan batas-batas suatu perbuatan, kelakuan, sifat dan perangkai dinyatakan benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut. Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. 
Masalah moral merupakan masalah kemanusiaan, jadi sudah sewajarnya apabila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masalah moralitas menjadi masalah penting yang harus diperhatikan dalam rangka meningkatkan hubungan sosialnya dengan masyarakat sekitar yang merupakan realitas kehidupan yang harus dihadapi.
Melihat kondisi penerus bangsa yang saat ini telah kacau balau. Dimana banyak peristiwa yang menunjukkan sikap tidak bermoral seperti tindakan pencurian, pemerkosaan, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai kehidupan di negara kita tercinta ini. Belum lagi tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negeri maupun luar negeri.

b.  Pengertian Hukum
Hukum adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh negara atau badan yang berwenang. hukum berisi perintah negara yang dilaksanakan dan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan oleh warga negara.sifat dari hukum adalah tegas dan memaksa.
Demi tegaknya hukum,negara mempunyai lembaga beserta aparat-apratnya di bidang penegakan hukum seperti polisi,jaksa,dan hakim.bila seseorang melanggar hukum,ia akan menerima sanksinya berupa hukuman misalnya hukuman mati,penjara,kurungan,dan denda.
Hukum adalah seperangkat norma tentang apa yang benar dan apa yang salah, yang dibuat dan diakui eksistensinya oleh pemerintah yang dituangkan baik dalam aturan tertulis (peraturan) maupun yang tidak tertulis yang mengikat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya secara keseluruhan dan dengan ancaman sanksi bagi pelanggar aturan tersebut (Achmad Ali). Hukum yang berlaku bagi suatu negara mencerminkan perpaduan antara sikap dan pendapat pimpinan pemerintahan negara dan keinginan masyarakat luas mengenai hukum tersebut.  Letak perbedaan hukum dan moral, yaitu norma-norma moral itu berakar pada batin manusia, sedangkan peraturan-peraturan hukum itu lain karena hukum positif mengendalikan kemungkinan paksaan, ialah paksaan yang diatur dalam negara harus dilaksanakan. Sesuatu itu hanya menurut hukum diwajibkan, karena hukum mengatakannya, dan hukum itu hanya mengikat karena dibentuk dengan cara yang ditunjuk oleh Undang-Undang Dasar. Dan UUD itu mengikat karena UUD itu merupakan kesepakatan seluruh rakyat dalam negara.

2.     Hubungan antara Moralitas dan Hukum
Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari ikatan nilai-nilai, baik nilai-nilai agama, moral, hukum, keindahan, dan sebagainya. Hubungan antara hukum dan moralitas sangat erat sekali. Tujuan hukum ialah mengatur tata tertib hidup bermasyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral bertujuan mengatur tingkah laku manusia sesuai dengan tuntutan nilai-nilai moral yang berlaku di masyarakat. Hukum berisikan perintah dan larangan agar manusia tidak melanggar aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Moral menuntut manusia untuk bertingkah laku baik dan tidak melanggar nilai-nilai etika atau moral. Berbeda dengan hukum, maka hakikat moralitas pertama-tama terletak dalam kegiatan batin manusia.
Moral berkaitan dengan masalah perbuatan manusia, pikiran serta pendirian tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tida patut untuk dilakukan seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila sikap dan perbuatannya sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan, hukum yang ditetapkan pemerintah serta kepentingan umum.
Pelanggaran terhadap norma hukum sekaligus juga melanggar norma moral. Karena itu bagi pelanggar norma hukum akan mendapat dua sanksi sekaligus, yaitu sanksi hukum dan sanksi moral. Sanksi hukum berupa hukuman sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan pemerintah.  Sedangkan sanksi moral berupa: (1) sanksi dari Tuhan, (2) sanksi pada diri sendiri, dan (3) sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat.

3.     Pelaksanaan Hukum di Indonesia
Pelaksana atau penegak hukum dalam tatanan hukum di Indonesia terdiri dari Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman. Kendati, dalam ketentuan perundangan lembaga-lembaga ini terpisah, namun masih memiliki jalur koordinasi keatasnya, hingga ke presiden. Lembaga-lembaga tersebut tidak ada yang bebas dan independen, karena garis koordinasi bersifat vertikal bertanggung jawab kepada kepala negara.


a.     Kepolisian.
Tugas Kepolisian menurut UU Kepolisian Bab III Pasal 13 yaitu:
1.      Selaku alat negara penegak hukum memelihara serta meningkatkan tertib hukum.
2.      Melaksanakan tugas kepolisian selaku pengayom dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat bagi tegaknya ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.      Bersama-sama dengan segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina ketentraman masyarakat dalam wilayah negara guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
4.      Membimbing masyarakat bagi terciptanya kondisi yang menunjang terselenggaranya usaha dan kegiatan

Kendati jajaran kepolisian kian berbenah dengan semboyan profesionalisme dan melayani kepentingan masyarakat, namun dalam prakteknya kerap terjadi distorsi kebijakan. Masyarakat sering mempertanyakan eksistensi pihak kepolisian ini.
Pertama mengenai aspek kemaksimalan tugas, Kedua Sensitifitas problema/kriminalitas masyarakat, Ketiga, Kejujuran dan Kenetralan Tugas. Badan (lembaga) yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat ternyata sekarang menjadi lembaga angker dan menakutkan.
b.  Kejaksaan.
Tugas kejaksaan menurut Keputusan Presiden RI No. 86 Tahun 1999 pada Bab I Pasal 2, yaitu: “Kejaksaan mempunyai tugas melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan serta turut menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang hukum”.

Lembaga ini memiliki banyak masalah yang juga meresahkan masyarakat. Jaksa selaku Penuntut Umum telah juga ternoda, karena ulah sebagian oknum jaksa nakal dan silau dengan materi. Kenakalan jaksa tidak hanya dalam kasus-kasus yang telah dilimpahkan di Pengadilan. Namun, kenakalan itu juga di luar Pengadilan. Misalnya, kasus-kasus yang masih dalam tahap penyelidikan/penyidikan. Di tingkat penyelidikan atau penyidikan kerap terjadi penyalah-gunaan wewenang. Tertuduh/tersangka  atau keluarganya bisa saja  melobi jaksa yang menyelidik/menyidik kasusnya meminta kasusnya di-peti es-kan atau istilah formalnya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan).
c.   Kehakiman.
Kekuasaan kehakiman dapat dilihat dalam UU Tentang Kekuasaan Kehakiman Bab III Pasal 19.  Sedangkan tugas pokok hakim yaitu: “Menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara (melaksanakan persidangan)”.
Departemen kehakiman hingga kini belum mampu memberantas kenakalan para hakim di seluruh negeri ini. Betapa tidak, sebenarnya munculnya cibiran tentang mafia peradilan lebih ditujukan kepada para hakim. Kita tahu, wajah hukum negeri ini telah dicoreng dengan banyaknya kasus-kasus yang terjadi karena praktik vonis yang tanpa dasar atau cenderung menurut selera para hakim. Dari hari ke hari, Lembaga ini kerap ditunding melahirkan hakim nakal. Putusan-putusan hakim sering mengusik hati nurani dan rasa keadilan masyarakat. Kita tentu masih ingat misalnya Tommi Suharto yang seabrek-abrek kejahatannya, divonis hanya 15 tahun penjara. Anehnya, beberapa hari mendekam dipenjara,  tanpa dasar dan alasan yang rasional ia mendapatkan keringanan masa tahanan (remisi). Dan masih banyak lagi kasus-kasus kelas kakap yang belum dapat dituntaskan  pihak Kejaksaan. Sebenarnya, praktik mafia peradilan tidak hanya ditujukan kepada dua lembaga tersebut, tapi juga dengan pengacara. Sekarang ini, tugas pengacara banyak mengalami perubahan fungsi. Semula mendampingi klien dan membelanya, baik di dalam maupun di luar Pengadilan (litigasi dan non litigasi). Kini, sudah bergeser menjadi calo perkara dan pelobi atau makelar kasus. Meski tidak semua, namun kebanyakan pengacara menangani perkara karena pertimbangan financial, sekalipun mereka harus mematikan hati nurani. Ukuran keberhasilan (menang) suatu kasus bukan karena kemampuan analisis cerdas pengacara dalam mengotopsi dan menggali dasar hukum kasus yang sedang ditangani, melainkan berdasarkan kalkulasi seberapa banyak uang klien yang akan disuguhi kepada hakim yang menangani suatu kasus.
4.     Hambatan dalam menegakkan hukum
Sebagai salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Hambatan-hambatan yang dihadapi antara lain:
1.      Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan karena masing-masing mempunyai kepentingan (ego sektoral). Akibatnya, ketidakpastian dan penegakan peraturan perundang-undangan lebih mengemuka dan pada akhirnya rakyatlah yang dirugikan karena sangat bertentangan dengan tujuan untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman.
2.      Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang lain juga masih belum memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Dapat dilihat dari banyaknya kasus yang diputuskan oleh pengadilan yang bersifat kontroversial, yang bertentangan dengan moral dan rasa keadilan masyarakat.
3.      Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara (transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk uang dari hasil korupsi.
4.      Kurangnya tenaga perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) yang berkualitas sehingga sering menimbulkan multiinterpretasi dalam penyusunan peraturan perundang-undangan, baik di pusat maupun di daerah.
5.      Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang menggembirakan dalam masyarakat. Merupakan suatu kenyataan bahwa kegiatan penyuluhan hukum dan pemahaman terhadap nilai-nilai HAM belum memengaruhi perilaku setiap anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
6.      Rendahnya moral penegak hukum dan masyarakat di Indonesia. Menimbulkan berbagai kasus dalam hukum seperti korupsi, mafia hukum, dan mafia pajak dimana kasus-kasus ini menyeret para pejabat tinggi di pengadilan.



Bab III
 Penutup
1.     Simpulan
Moralitas dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Pada dasarnya moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia. pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat. kedua, menarik perhatian pada permasalahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”.
Moral mengandung nasihat, wejangan, petuah, peraturan, dan perintah turun temurun melalui suatu budaya tertentu.
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia antara lain: Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan dalam mematuhi Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Lemahnya koordinasi antarinstansi/lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, Kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang  masih belum memperlihatkan kinerja yang menggembirakan. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara (transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk uang dari hasil korupsi. Kurangnya tenaga perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) yang berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang menggembirakan dalam masyarakat. Rendahnya moral penegak hukum di Indonesia.

2.     Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai mobilitas dan hukum yang menjadi pembahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik yang membangun agar penulisan makalah kami bisa lebih maju lagi di masa yang akan datang



No comments: