Akulturasi Kebudayaan Hindu Budha - DUNIA INFORMASI

Breaking

Wednesday, 16 July 2014

Akulturasi Kebudayaan Hindu Budha

Akulturasi Kebudayaan Hindu Budha
 Sistem Pemerintahan
Akulturasi
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli.
     Hal ini disebabkan karena:
1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia.
a. Kerajaan Maurya
Pendiri kerajaan Maurya adalah Chandragupta. Kerajaan ini didirikan 322-298 SM. Dalam pemerintahannya, India mencapai kemajuan dan mempunyai kebudayaan tinggi, pemerintahan, keuangan, kehakiman, perekonomian, serta cara pertahannan yang teratur. Pusat kekuasaan adalah raja, dibawahnya terdapat raja-raja muda yang menguasai daerah-daerah atau provinsi-provinsi. Pertahanan dalam negeri sangat kuat. Kaum Brahma mendapat perlindungan yang sangat besar. Chandragupta suatu ketika menarik diri dari pemerintahan dan pengikut Jaina setelah terjadi kelaparan selama sepuluh tahun. Ia digantikan oleh puteranya Bindusara (298-272 SM).
Pada pemerintahan Bindusara ini tidak begitu terlihat ada kemajuan-kemajuan. Bindusara digantikan oleh Asoka Vardhana (272-232 SM). Asoka meninggalkan agama Brahma dan memeluk agama Budha, sehinggapada saat itu agama Budha dijadikan sebagai agama kerajaan. Asoka beramanat supaya diantara agama-agama dan mazhab-mazhab harus ada ikatan persaudaraan dan perdamaian, setiap agama merdeka mandapat kebaktian dan perlindungan yang sama dari raja. Dalam agama Budha percaya bahwa manusia dalam hidupnya melalui beberapa tingkat dalam menjelma menjadi suatu jenis makhluk. Penjelmaan itu ditentukan oleh karma. Oleh karena itu manusia dan penjelmaannya tidak boleh dibunuh. Setelah Asoka meninggal ia digantikan oleh puteranya yaitu Dasaratha. Namun Dasaratha waktu itu diserang oleh kaum Brahma yang kedudukannya dibelakangkan, dan akhirnya kerajaan ini mengalami kemunduran.
b. Kerajaan Gupta (320-656 SM) Pendirinya ialah Chandragupta 1, ia memerintah pada tahun 320-330. Raja ini berasal dari derah yang kecil dekat Pataliputra menikah dengan putri Kumara Devi dari bangsa Lichchavi. Dari pernikahannya ia mewarisi seluruh lembah Gangga. Ia digantikan oleh puteranya Samudra Gupta. Samudra Gupta memerintah pada tahun 330-375. Samudra Gupta adalah Brahmin yang setia dengan Hindu. Ia memerintah daerah Hindustan, sebagian dari India Utara dan India Tengah. Samudra Gupta adalah salah satu raja yang termasyhur dari beberapa raja di India. Samudra Gupta digantikan oleh Chandra Gupta ll Vikramaditya. Ia memerintah dari tahun 375-415. Dibawah pemerintahannya kerajaan India mencapai kemajuan. Keadaan kerajaan amat makmur dan sentosa, pemerintahan dijalankan dengan bijaksanaselama 30 tahun. Namun setelah ia wafat kerajaan ini mengalami kemunduran, terutama karena desakan bangsa Huna (Huns) dari utara dan sikap raja-raja penggantinya yang tidak cakap. Kira-kira 70 tahun setelah ChandraGupta ll wafat, Kerajaan Gupta terpecah belah.
c. Kerajaan Harsha Rajanya bernama Suhasta Mama Maharaja Diraja Sri Harsha Wardana, memerintah tahun 606 hingga 647, yaitu raja terakhir dari raja India yang masyhur harsha berasal dari keturunan raja kecil, namun ibunya termasuk keturunan raja Gupta. Harsha berusaha memperkuat tentaranya. Setelah cukup kuat, ia memperluas kakuasaan dari India Utara sampai ke Teluk Benggala. Hanya saja saat ia melawan kerajaan Chalukya di India Tengah ia bdikalahkan oleh raja Pulakhesin ll (raja terkenal kerajaan Chalukya). Harsha memerintah selama 46 tahun. Pada akhir pemerintahannya ia menjadi seorang santri (Sangha) Budha. Pada tahun 647 raja Harsha wafat setelah memerintah 46 tahun. Ia adalah raja yang membawa keamanan dan kemakmuran dan membangkitkan India kembali dari penindasan bangsa Huna. Tapi setelah kemakmuran kembali, terjadilah permusuhan antara raja-raja yang berkuasa dibawah Harsha. Persatuan India lenyap sampai zaman Islam, dalam lima abad mendatang mengalami perpecahan dan kekacauan.
   
    Perkembangan Kerajaan- kerajaan Hindu di Kepulauan Indonesia dan Malaysia tidak lepas dari proses adaptasi selektif kebudayaan India yang disesuaikan dengan pola atau tradisi lokal atau disebut sebgai local genius oleh para pemimpin Austronesia dengan dukungan sistem perdagangan maritim yang kuat. Konsep kerajaan menurut tradisi Hindu yaitu sebuah alam-semesta kecil yang berupa mandala yang dipimpin oleh raja dan dikelilingi oleh kekuatan konsentris yang terdiri dari para pendeta, pemerintah, bangsawan, tentara, dan rakyat jelata. Masing-masing mandala mewakili area kekuasaan inti sang tuan tanah.
    Konsep kerajaan tersebut dapat juga berupa kerajaan-kerajaan yang dibawahi atau tunduk pada seorang tuan tanah besar atau maharaja. Dan konsekuensi dari konsep diatas adalah bahwa kerajaan-kerajaan bawahan harus membayar upeti kepada sang maharaja secara berkala. Tetapi walaupun begitu penguasa kerajaan bawahan tersebut mempunyai kekuasaan murni terhadap kerajaan yang diperintahnya. Menurut Coedes adalah bahwa kerajaan- kerajaan Hindu memiliki kebudayaan yang terorganisasi berdasarkan konsep agama Hindu dan menganut kepercayaan Hindu Budha, dan bersamaan dengan mitologi puranas, ketaatan pada Dharmasastra dan penggunaan bahasa sansekerta sebagai alat komunikasi bagi golongan penguasa.
    Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kerajaan- kerajaan pertama tersebut menggunakan struktur pemerintahan yang dibentuk oleh Arthasastra (pakta pemerintahan). Artasastra sendiri adalah pedoman bagi para pemimpin dimana sebuah pemerintahan yang baik harus mengandung tujuh kaki dasar, unsur tersebut diantaranya; Raja, Menteri, Kerajaan, Benteng, Perbendaharaan, Tentara, dan sekutu. Arthasastra juga mengatur mengenai hubungan kerajaan dengan kerajaan lain, penegakan hukum, dan penyelesaian perbedaan pendapat. Ajaran ini juga menyebutkan mengenai seorang pendeta Brahmana yang fungsinya sebagai penasihat raja dan pemuka keagamaan serta pendidik militer. Hal ini tidak lepas dari pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para brahmana tersebut diantaranya ilmu sosial, pengobatan, matematika, arsitektur, dan persenjataan.
    Raja dalam hal ini haruslah memiliki sikap yang fleksibel terhadap posisi dan tanggung jawab para pengikutnya. Raja sebgai sebuah jabatan yang sangat sulit untuk diemban, raja harus mampu menjadi seorang penengah dan juru damai bagi orang-orang bertikai, menghargai kesetiaan bawahan, dan selalu berusaha untuk menjaga kesatuan negaranya. Karena tugas yang sangat berat inilah raja memerlukan brahmana untuk membantu mengurusi pegawai pemerintah. Brahmana-brahmana yang datang ke dalam istana tidak semata untuk memberikan siraman rohani, namun mereka diberi tugas untuk mendidik pegawai pemerintah. Didikan terhadap pegawai pemerintah ini diharapkan agar pegawai pemerintah dapat meningkatkan sisitem manajeman dan kemakmuran di setiap bidangnya. Brahmana juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda, menurut kemempuannya, guna mendidik para pegawai pemerintah.
     Perekonomian kerajaan-kerajaan hindu awal umumnya bertumpu pada perdagangan internasional, sehingga fungsi terpenting dari pemerintahan mereka berkaitan dengan bandar- bandar, armada yang dimiliki, pajak, keadilan, dan pertanahan mereka. Selain berbasis pada perdagangan, perekonomian, terutama di Jawa bertumpu pada pertanian. Hal ini tidak lepas dari perkembangan sistem feodalisme yang masih melekat pada jiwa masyarakat Hindu-Budha pada masa itu. Karena faktor itulah banyak para penguasa-penguasa kerajaan tersebut memberikan perintah untuk membuat kanal- kanal saluran irigasi seperti disebutkan dalam prasasti Tugu.
    Dengan bertambahnya populasi penduduk dan peningkatan standar pendidikanyang dipegang oleh kaum Brahmana, secar berlahan muncullah sistem birokrasi, yang tersusunn atas: hierarki abdi kerajaan, bangsawan adan tuan tanah, struktur lokal pada tingakt desa.
     Abdi kerajaan ini sebagai penasihat raja, dan mediator antara orang jelata dengan para bangsawan atau pejabat istana.
     Para tuan tanah disamping memperoleh pendapatan dari desa yang tanahnya merupakan daerah kekuasaanya juga memiliki kewajiban untuk menajalankan setiap peraturan kerajaan dan mengamankan hasil bumi, pajak, dan upeti yang sangat penting untuk mendukung kerajaan dan pemerintahan didalamnya.
    Dewan lokal ini diangkat oleh para tetua desa yang biasanya mengikuti aturan yang ditetapkan oleh tradisi lokal yang disebut sebagai adat. Saran dan nasehat mereka dipertangungjawabkan didepan para bangsawan pada komunitas desa itu.
     Keamanan kerajaan tersebut dipercayakan kepada pasukan non-permanen yang profesional yang biasanya merupakan tentara bayaran yang biasanya direkrut dari para pengikut bangsawan dan raja.

Sekian ringkasan yang saya buat tentang Akulturasi Kebudayaan Nusantara dan Hindu Budha pada Sistem Pemerintahan saya ucapkan terima kasih.


No comments: