Bogor -Bekerja di bawah permukaan tanah merupakan pekerjaan berisiko termasuk di pertambangan emas Gunung Pongkor, Kabupaten, Bogor, Jawa Barat.
Sehari-hari seorang pekerja tambang harus siap bertugas pagi buta maupun tengah malam di dalam terowongan berdiameter 3 meter yang gelap dan berlumpur. Mereka juga harus berani melawan rasa takut saat bekerja dengan pencahayaan yang terbatas di dalam terowongan tambang.
Kawasan ini sejak 20 tahun lalu telah menjadi tujuan para penambang emas liar alias gurandil. Para gurandil ini kerap menjadi korban longsoran tanah hingga kekurangan oksigen saat menggali lubang tambang ilegal.
Maman, penambang yang sudah 9 tahun malang melintang sebagai profesi penambang. Ia masih berstatus karyawan kontrak di sebuah sub kontraktor yang turut menggarap tambang emas Gunung Pongkor.
"Saya sudah 9 tahun kerja tambang pindah-pindah. Pertama di Geomin. Terus bubar, ikut kontraktor ini. Saya tinggal di kampung sebelah itu Leuwiliang. Yang saya tahu aja dari kampung saya di sini ada 10 orang," tutur Maman di dalam terowongan portal Gudang Handak Pongkor, Desa Bantarkaret, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.
Soal gaji, Maman sudah merasa cukup dengan gaji bulanannya, namun berbeda dengan para pekerja yang belum punya pengalaman sehingga digaji pas-pasan.
"Per bulan digaji kalau yang sudah senior punya pengalaman Rp 3 jutaan. Kalau nol pengalaman ya pas-pasan Rp 1 jutaan. Ngga ada makan, bawa dari rumah," terangnya.
Maman menjelaskan, ada tiga shift pembagian jadwal kerja di kawasan tambang Gunung Pongkor. "Sehari masuk 1 shift. Shift pertama jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Shift kedua jam 4 sore sampai jam 12 malam. Lalu shift tiga jam 12 malam sampai jam 8 pagi," katanya.
Seandainya bisa memilih, rupanya Maman lebih ingin bekerja pagi. Alasannya jadwal shift selalu berputar sehingga semua pekerja kebagian shift siang, sore, maupun dini hari.
"Saya kalau boleh milih mah yang pagi. Kalau malam ngantuk. Serem ya iya. Suka ada cerita-cerita horor," tuturnya serius.
Selama 8 jam bekerja, Maman menghabiskan waktunya di dalam terowongan. Ia mengaku tidak pernah merasakan keluhan sakit yang berarti.
"Kalau kerja 2-3 jam selesai, bisa istirahat di dalam sini kan ada tempat istirahat. Kesehatan Alhamdulillah nggak pernah ada masalah. Cuma pegel-pegel aja capek," tutur Maman saat beristirahat.
Ia mengatakan tidak ada jadwal libur bekerja sesuai kalender di pertambangan. "Liburnya nggak tentu. Kadang kebagian shift 1 tiga hari, terus shift dua juga tiga hari, shift tiga ya tiga hari. Ada jedanya. Jadi liburnya nggak tentu," ujarnya.
Penambang yang warga desa Leuwiliang ini mengaku, ada beberapa pekerja tambang yang dikenal berasal dari desa yang sama. Masih satu kecamatan dengan lokasi tambang Pongkor yaitu di Kecamatan Nanggung.
"10 ada kayaknya dari desa saya. Total dari kontraktor saya ada 30 orang yang kerja di sini," tambahnya.
Cerita-cerita menarik kerap muncul dari pekerja tambang yang menemukan bongkahan emas, namun bagi Maman justru sebaliknya. "Belum pernah nemu bongkahan, kalau di sini nggak ada," katanya.
sumber:detikcom
No comments:
Post a Comment