BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dasar perbankan syariah mengacu kepada ajaran agama Islam
yang bersumber pada al-Qur’an, al-Hadits/ as-Sunnah, dan Ijtihad. Ajaran agama
Islam yang bersumber pada wahyu Ilahi dan sunaturosul mengajarkan
kepada umatnya untuk berusaha mendapatkan kehidupan yang baik di dunia yang
sekaligus memperoleh kehidupan yang baik di akhirat. Hal ini berarti, bahwa
dalam mengerjakan kehidupan di dunia tidak dapat dilakukan dengan menghalalkan
segala cara, tapi harus dilakukan melalui gerakan amal saleh.
“Bank
Syariah adalah bank yang kegiatan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip
syariah. Sedangkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam” (UU No. 21/2008 ttg Perbankan Syariah).
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah,
adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah
juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan
produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Antonio dan
Perwataatmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank
yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang
beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya
mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata
cara bermuamalat secara Islam.
Dalam keuangan syariah menekankan pentingnya keselarasan
aktivitas keuangan dengan norma dan tuntunan syariah. Aturan terpenting dalam
kegiatan keuangan syariah adalah pelarangan riba (memperanakan
uang dan mengharapkan hasil tanpa menanggung risiko). Ahli fiqh menilai ini
sangat kental eksistensinya dalam aktivitas keuangan konvensional.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
prinsip dalam Bank Islam?
2. Apa
yang dimaksud Bunga Bank dan Riba?
3. Apa
perbedaan anatara Bank Islam dan Bank Konvensional?
C. Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui konsep dasar dalam perbankan
Syariah yang didalamnya mencakup prinsip-prinsip Bank Islam, bunga Bank dan
Riba’, perbedaan antara Bank Islam dan Bank Konvensional .
BAB
II
PEMBAHASAN
KONSEP
DASAR BANK INDONESIA
A. Prinsip-prinsip Bank Islam
Visi perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah
terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan
sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi
semua pihak dan memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama
perbankan islam.
Dengan landasan falsafah dasar sistem ekonomi islam dan
dengan visi misi tersebut diatas, maka setiap kelembagaan keuangan syariah akan
menerapkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1. Menjauhkan
Diri dari Kemungkinan Adanya Unsur Riba
a. Menghindari
penggunaan system yang menetapkan dimuka suatu hasil usaha, seperti penetapan
bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional.
b. Menghindari
penggunaan sistem presentasi biaya terhadap utang atau imbalan terhadap
simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis utang/simpanan
tersebut hanya karena berjalannya waktu.
c. Menghindari
penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang
ribawi lainnya ( barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah yang masih
berlaku ) dengan memperoleh, kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.
d. Menghindari
penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas uang yang bukan atas
prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti penetapan bunga pada
bank konvensional.
2. Menerapkan
Prinsip Sistem Bagi Hasil dan Jual-Beli
Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Qur’an, QS. Al-Baqarah
(2): 275 dan surat an-Nisaa (4): 29 yang intinya Allah SWT telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan
perniagaan dengan suka sama suka, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi
islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau
yangtransaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan
barang/jasa. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ ada barang/jasa
dulu baru ada uang “, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong
kelancaran arus barang/jasa, dapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit,
spekulasi dan inflasi.
Dalam operasinya, pada sisi pengerahan dana masyarakat
lembaga ekonomi Islam menyediakan sarana investasi bagi penyimpanan dana dengan
sistem bagi hasil dan pada sisi penyaluran dana masyarakat menyedisksn
fasilitas pembiayaan investasi dengan sistem bagi hasil serta pembiayaan
perdagangan.
a. Investasi
bagi penyimpan dana berarti nasabah yang menyimpanan dananya
pada bank ini (tabungan mudharabah atausimpanan mudharabah)
dianggap sebagai penyedia dana ( rabbul mal) akan memperoleh hak
bagi hasil dari usaha bank sebagai pengelola dana ( mudharib )
yang sifat hasilnya tidak tetap dan tidak pasti sesuai dengan besar kecilnya hasil
usaha bank. Bagi hasil yang diterima penyimpanan dana biasanya dihitung sesuai
dengan lamanya dana tersebut mengendap dan dikelola oleh bank, bias satu tahun,
bias satu bulan, bias satu minggu, bahkan bias satu hari.
b. Pembiayaan
investasi ialah pembiayaan baik sepenuhnya ( al-mudharabah ) atau sebagian (
al-musyarakah ) terhadap suatu usaha yang tidak berbentuk saham. Dana yang
ditempatkan , sepenuhnya maupun yang sebagian itu tetap menjadi milik bank
sehingga pada waktu berakhirnya kontrak, bank berhak memperoleh bagi hasil dari
usaha itu sesuai dengan kesepakatan.
c. Pembiayaan Mudharabah.
B. Bunga Bank Dan Riba
Untuk mendudukkan kontroversi bunga bank dan riba secara
tepat diperlukan pemahaman yang mendalam, baik tentang seluk-beluk bunga maupun
dari akibat yang ditimbulkan oleh dibiarkannya berlaku sistem bunga dalam
perekonomian dan dengan membaca tandaar-tanda serta arah yang dimaksud dengan
riba dalam Al-Qur’an dan Hadits.
1. Tentang
Bunga Bank
a. Definisi
bunga :
1) The
American Heritage Dictionary of the English Language
Interst
is a charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned.
2) Kamus Ekonomi (
inggris-Indonesia ), Prof. Dr. Winardi, SE. :
Interest ( net )
– bunga modal ( netto ). Pembayaran untuk penggunaan
dana-dana. Diterangkan dengan macam-macam cara, misalnya :
a) Balas jasa untuk
pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang dicapai pada waktu sekarang ( contoh
: teori abstinence ),
b) Pendapatan-pendapatan
orang yang berbeda mengenai preferensi likuiditasyang menyesuaikan
harga,
c) Harga yang
mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan datang ( teori preferensi
waktu )
d) Pengukuran produktivitas
macam-macam investasi ( efisiensi marginal modal),
e) Harga yang
menyesuaikan permintaan dan penawaran akan dana-dana yang dipinjamkan ( teori
dana yang dipinjamkan).
3) Dictionary of
Economics, Sloan dan Zurcher :
Interest yaitu sejumlah
uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut, misalnya
dinyatakan dengan satu tingkat atau presentasi modal yang bersangkut paut
dengan itu yang dinamakan suku modal.
b. Beberapa pendapat
umum yang menganggap bunga bank tidak sama dengan riba :
1) Dalam keadaan-keadaan
darurat, bunga halal hukumnya.
2) Hanya bunga yang
berlipat ganda saja yang dilarang, adapun suku bunga yang “wajar” dan tidak
menzalimi diperkenankan.
3) Keuangan bank,
demikian juga Lembaga Keuangan Bukan Bank sebagai “lembaga hokum” tidak
termasuk dalam territorial hokum taklif.
4) Hanya
kredit yang bersifat konsumtif saja yang pengambilan bunganya dilarang, adapun
yang produktif tidak demikian ( the productivity theory of
interest )
5) Bunga
yang diberikan sebagai ganti rugi ( opportunity cost ) atas
hilangnya “kesempatan” untuk memperoleh keuntungan dari pengelolaan dana
tersebut (the classical theory of interest ).
6) Uang
dapat dianggap sebagai komuditi sebagaimana barang-barang lainnya, sehingga
dapat disewakan atau diambil upah atas penggunaannya ( the monetary of
interest ).
7) Uang
diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai
uang atau daya beli uang itu.
8) Jumlah
uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama
pada suatu masa nanti, oleh karena itu bunga diberikan untuk mengimbangi
“penurunan” nilai atau daya beli uang ini ( time preference of money
theory ).
9) Bunga
diberikan sebagai imbalan atas pengorbanan/pematangan penggunaan pendapat yang
diperoleh ( the abstinence theory of interest ).
2. Tentang
Riba
a. Definisi Riba
Menurut
ensiklopedi Islam Indonesia, yang disusun oleh Tim Penulis IAIN Syarif
Hidayatullah.
Ar-Riba
atau ar-Rima makna asalnya ialah tambah, tumbuh dan subur. Adapun pengertian
tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan
cara yang tidak dibenarkan syara, apakah tambahan itu berjumlah sedilit maupun
berjumlah banyak, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.
Riba
sering diterjemahkan orang dalam bahasa Inggris sebagai “usury” yang artinya
dalam The American Heritage Dictionary of the English Language,
adalah :
1) The act of
lending money at an exorbitant or illegal rate of interest,
2) Such of an
excessive rate of interest,
3) Archaic (
tidak dipakai lagi, kuno, kolot, lama ). The act or practice of lending
money at any rate of interest,
4) Aw.
Obsolete ( using, tidak dipakai, kuno ). Interest charged or
paid on such a loan.
b. Tinjauan larangan
riba dari praktik yang dilakukan masyarakat sebelumnya.
Persoalan yang selalu dimunculkan pada pada setiap kali
ada diskusi tentang apakah bunga bank sama dengan riba adalah tidak
dicantumkannya secara eksplisit kata bunga di dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Mereka tidak meragukan bahwa apa yang diharamkan itu adalah riba sebagaimana
disebutkan dalam ayat-ayat yang berbeda dalam Al-Qur’an, diantaranya sebagai
berikut :
QS.
ar-Rum (30): 39 di Mekkah
Dan
sesuatu riba ( tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhoan Allah itu, maka ( yang
berbuat demikian ) itulah orang-orang yang
melipatgandakan ( pahalanya ).
QS.
Ali Imran (3): 130 di Madinah
“ Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
3. Analisis
Terhadap Praktik Membungakan Uang
Praktik membungakan uang biasa dilakukan oleh orang-orang
secara pribadi atau oleh lembaga keuangan. Orang atau badan hukum yang
meminjamkan uang kepada perorangan atau menyimpan uangnya di lembaga keuangan
biasanya akan memperoleh imbalan bunga atau disebut bunga yang meminjamkan atau
bunga simpanan. Sebaliknya, orang atau badan hukum yang meminjam uang dari
perorangan atau lembaga keuangan diharuskan mengembalikan uang yang dipinjam
ditambah bunganya, bunga ini disebut bunga pinjaman. Dari peristiwa tersebut di
atas dicatat beberapa hal sebagai berikut :
a) Bunga adalah
tambahan terhadap uang yang disimpan pada lembaga keuangan atau uang yang
dipinjamkan.
b) Besarnya bunga yang
harus dibayar ditetapkan di muka tanpa memedulikan apakah lembaga keuangan
penerima simpanan atau peminjam berhasil dalam usahanya atau tidak.
c) Besarnya bunga yang
harus dibayar dicantumkan dalam angka presentase atau angka perseratus dalam
setahun yang artinya apabila utang tidak dibayar atau simpanan tidak diambil
dalam beberapa tahun bisa terjadi utang itu atau simpanan itu menjadi berlipat
ganda jumlahnya.
Dari
ketiga hal tersebut di atas tampak jelas bahwa praktik membungkam uang adalah
upaya untuk memperoleh tambahan uang atas uang semula dengan cara :
1) Pembayaran tambahan
uang itu prakarsanya tidak datang dari yang meminjam,
2) Dengan jumlah
tambahan yang besarnya ditetapkan di muka,
3) Peminjam sebenarnya
tidak mengetahui dengan pasti apakah usahanya akan berhasil atau tidak dan
apakah ia akan sanggup membayar tambahan dari pinjamannya itu, dan
4) Pembayaran tambahan
uang itu dihitung dengan persentase sehingga tidak tertutup kemungkinan suatu
saat jumlah seluruh kewajiban yang harus dibayar menjadi berlipat ganda
Dengan memahami secara lengkap mekanisme operasional
perbankan konvensional, maka akan terungkap secara jelas sejauh mana criteria
riba dapat dipenuhi, seperti dalam penentuan besarnya tingkat bunga simpanan
sampai kepada penggeseran biaya bunga pinjaman kepada penanggung yang terakhir.
Selain daripada itu, patut diteliti apakah tujuan pembangunan khususnya yang
menyangkut masalah pengentasan kemiskinan dan pemerataan pendapatan melalui
sistem perbankan konvensional dapat tercapai.
1) Penentuan
Tingkat Bunga Simpanan yang Menarik.
2) Penentuan
Tingkat Bunga Pinjaman yang Menarik.
3) Pergeseran
Beban Bunga Pinjaman.
4) Akibat
Bunga Pinjaman.
5) Fenomena
Terjadinya Negative Spread.
6) Tinjauan
Mekanisme Bunga Pada Bank Konvensional Secara Makro.
4. Sekitar
Fatwa Ulama tentang Ribanya Bunga
Fatwa ulama tentang ribanya bunga sebenarnya telah
ditetapkan dalam suatu pertemuan Penelitian Islam yang dihadiri oleh 150 para
ulama terkemuka dalam konferensinya yang kedua pada bulan Muharram 1385 H atau
Mei 1965 di Kairo, Mesir. Isi fatwa yang disepakati secara aklamasi adalah
sebagai berikut :
Keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua
merupakan riba yang diharamkan. Tidak ada bedanya antara yang dinamakan
pinjaman konsumsi maupun pinjaman produksi, baik yang bunganya banyak maupun
yang sedikit. Semua sama haramnya. Pinjaman dengan riba itu
hukumnya haram, tidak dibenarkan, walaupun dengan
alas an karena kebutuhan mendesak atau dalam keadaan darurat. Perhitungan
berjangka, meminta kredit dengan bunga dan segala macam kredit yang berbunga,
semua termasuk praktik riba yang diharamkan.
Setelah itu berbagai forum ulama internasional yang juga
mengeluarkan fatwa pengharaman bunga bank, yaitu :
1) Majma’al-Fiqh
al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah tanggal 10-16
Rabi’ul Awal 1406 H / 22-28 Desember 1985.
2) Majma’al-Fiqh
Rabithah al-‘ Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang
diselenggarakan di Mekkah tanggal 12-19 Rajab 1406 H.
3) Keputusan Dar
it-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979.
4) Keputusan Superme
Shariah Court, Pakistan 22 Desember 1999.
Di Indonesia, fatwa ulama tentang bank dan bunga bank
ditetapkan dalam Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968
di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan
terwujudnya konsepsi system perekonomian khususnya lembaga perbankan yang
sesuai dengan kaidah islam. Setelah itu dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU
tahun 1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya bank Islam dengan
sistem tanpa bunga.
Dengan telah berdirinya beberapa lembaga keuangan bank
dan nonbank yang menampilkan semangat keislaman, maka untuk memenuhi dan me
lindungi kepentingan masyarakat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 10
Februari 1999, membentuk semua dewan yang disebut Dewan Syariah Nasional (DSN).
Fatwa DSN pertama yang dikeluarkan adalah
No.01/DSN-MUI/IV/2000 tentang GIRO, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H atau 1 Aprl
2000 M, yang memutuskan bahwa giro yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu
giro yang berdasarkan perhitungan bunga, kemudian No. 02/DSN-MUI/IV/2000
tentang TABUNGAN, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H atau 1 Aprl 2000 M, yang
memutuskan bahwa tabungan yang tidak dibenarkan syariah, yaitu tabungan yang
berdasarkan perhitunagn bunga dan No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang DEPSITO,
tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H atau 1 Aprl 2000, yang memutuskan bahwa deposito
yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu deposito yang berdasarkan
perhitungan bunga, namun ketiga fatwa tersebut belum mengundang reaksi dari
masyarakat.
C. Perbedaan Antara Bank Islam Dan
Bank Konvensional
Di dalam Islam, aktivitas keuangan dan perbankan
dipandang sebagai wahana bagi masyarakat untuk membawa mereka kepada, paling
tidak pelaksanaan dua ajaran Al-Qur’an, yaitu prinsip saling at-Ta’awun (
membantu dan saling bekerja sama antara anggota masyarakat untuk kebaikan ) dan
prinsip menghindari al-Iktinaz ( menahan dan membiarkan dana
menganggur dan tidak diputar untuk transaksi yang bermanfaat ). Salah satu
fungsi vital perbankan adalah sebagai lembaga yang berperan menerima simpanan
dari nasabah dan meminjamkannya kepada nasabah lain yang membutuhkan dana. Bagi
perbankan konvensional, selisih ( spread ) antara besarnya
bunga yang dikenakan kepada para peminjam dana dengan imbalan bunga yang diberikan
kepada para nasabah penyimpan dana itulah sumber keuntungan terbesar.
Sistem perbankan Islam berbeda dengan sistem perbankan
konvensional, karena sistem keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan
subsistem dari suatu sistem ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas. Oleh
karena itu, perbankan Islam, tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit
secara komersial, namun dituntut secara sungguh-sungguh menampilkan realisasi
nilai-nilai syariah.
Di dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan
yang dilarang syariat Islam, seperti menerima dan membayar bunga ( riba ),
membiayai kegiatan produksi dan perdagangan barang-barang yang diharamkan
seperti minuman keras ( haram ), kegiatan yang sangat dekat dengan gambling ( maisir )
untuk transaksi-transaksi tertentu dalam Foreign exchange dealing,
serta highly and intended speculative transaction ( gharar )
dalam investmen banking.
Tujuan dari pendirian Bank-bank Islam ini umumnya adalah
untuk mempromosikan dan mengembangkan aplikasi dari prinsip-prinsip Islam,
syariah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis
lain yang terkait agar umat manusia terhindar dari hal-hal tersebut, meskipun
sesungguhnya Islam bukan satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga.
1) Prinsip
utama yang dianut oleh Bank Islam adalah :
2) Larangan
riba ( bunga ) dalam berbagai bentuk transaksi.
3) Menjalankan
bisnis dan aktivitas perdagangan berbasis pada memperoleh keuntungan yang sah
menurut syariah.
4) Menumbuhkembangkan
zakat.
Berdasarkan prinsip utama itu, maka secara operasional,
terdapat perbedaan-perbedaan yang substantive antara perbankan Islam dengan
perbankan konvensional, seperti terlihat pada bagan di bawah ini.
Bank
Islam
|
Bank
Konvensional
|
|
Akad
& Aspek Legalitas
|
Hukum
Islam & Hukum Positif
|
Hukum
Positif
|
Lembaga
Penyelesaian Sengketa
|
BASYARNAS
|
BANI
|
Struktur
Organisasi
|
Ada
Dewan Syariah Nasional (DSN) & Dewan Pengawas Syariah
|
Tidak
ada DNS & DPS
|
Investasi
|
Halal
|
Halal
dan Haram
|
Prinsip
Operasional
|
Bagi
Hasil, Jual-beli, Sewa
|
Perangkat
Bunga
|
Tujuan
|
Profit
& Falah Oriented
|
Profit
Oriented
|
Hubungan
Nasabah
|
Kemitraan
|
Debitor
dan Kreditor
|
Ada beberapa perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan
dibank konvensional dan bank Islam, yaitu antara lain perbedaan konsep antara
bunga dan bagi hasil, perbedaan konsep antara investasi dengan
membungakan uang dan perbedaan konsep antara utang uang dan utang barang.
1. Perbedaan
Antara Bunga dengan Bagi Hasil
Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil.
Keduanya memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai
akibat adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi,
usaha yang dilakukan mengandung resiko dan karenanya mengandung unsure
ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak
memiliki resiko karena adanya persentase suku bunga tertentu yang ditetapkan
berdasarkan besarnya modal.
Perbedaan antara bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam
table pada halaman berikut.
Perbedaan
Bunga dan Bagi Hasil Bunga
Bunga
|
Bagi Hasil
|
|
Penentuan
Keuntungan
|
Pada
waktu perjanjian dengan asumsi harus selalu untung
|
Pada
waktu akad dengan pedoman kemungkinan untung rugi
|
Besarnya
persentase
|
Berdasarkan
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
|
Berdasarkan
jumlah keuntungan yang diperoleh
|
Pembayaran
|
Seperti
yang dijanjikan tanpa pertimbangan untung atau rugi
|
Sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan
|
Jumlah
Pembayaran
|
Tetap,
tidak meningkat walau keuntungan berlipat
|
Sesuai
dengan peningkatan jumlah pendapatan
|
Eksistensi
|
Diragukan
oleh semua agama
|
Tidak
ada yang meragukan keabsahannya
|
2. Perbedaan
Investasi dengan Membungakan Uang
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan
membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna
masing-masing :
a. Invesatasi
adalah kegiatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsure
ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return )
tidak pasti dan tidak tetap.
b. Membungakan uang
adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko karena perolehan
kembaliannya berupa bunga yang relative pasti dan tetap.
3. Perbedaan
Utang Uang dan Utang Barang
Ada dua jenis utang yang berbeda satu sama lainnya, yakni
utang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan utang yang terjadikarena
pengadaan uang. Utang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada
tambahan kecuali dengan alas an yang pasti dan jelas,seperti biaya materai,
biaya notaries dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang bersifat tidak pasti
dan tidak jelas seperti inflasi dan deflasi tidak diperbolehkan.
Utang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang
harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual
itu sendiri terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang
disepakati. Apabila harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh
berubah karena akan masuk kategori ribafadl.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
A. Prinsip-prinsip
Bank Islam
1. Menjauhkan
Diri dari Kemungkinan Adanya Unsur Riba
2. Menerapkan
Prinsip Sistem Bagi Hasil dan Jual-Beli
B. Bunga Bank Dan Riba
1. Tentang
Bunga Bank
2. Tentang
Riba
3. Analisis
Terhadap Praktik Membungakan Uang
4. Sekitar
Fatwa Ulama tentang Ribanya Bunga
C. Perbedaan
Antara Bank Islam Dan Bank Konvensional
1. Perbedaan
Antara Bunga dengan Bagi Hasil
2. Perbedaan
Investasi dengan Membungakan Uang
3. Perbedaan
Utang Uang dan Utang Barang
B.Saran
Karna mayoritas penduduk kita di Indonesia
ini adalah
umat islam seharusya mengunakan hukum bank
yaitu syari’at islam dan pembaca semoga
dapat menggunakan bank islam sebagai
tabunganya
DAFTAR
PUSTAKA
1./2012/10/konsep-dasar-bank-islam.html
2.Sumber:
Wirdyaningsih, SH., MH., et.al. Bank dan Asuransi Islam di
Indonesia.2005. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
3.http://rezkyra/2012/12/-perbedaan-bank-konvensional-dan.htm
4.Budi
Santoso, A. Totok,dkk. (2000). Bank & Lembaga Keuangan Lain. Jakarta: Salemba Empat.
5.Syariah,
Direktorat Perbankan. 2012. Outlook Perbankan Syariah 2012, Jakarta: Bank Indonesia
No comments:
Post a Comment