Pasal 4.
TEORI DAN UJIAN.
TEORI mesti diuji. Teori
dalam bahasa Inggris bisa didefinisikan sebagai “satu hipotesis yang sudah
diuji”. A proved
hypothesis. Satu hipotesis ialah satu paham yang sementara dipakai
tetapi belum nyata kebenarannya: satu persangka, satu kepercayaan semata-mata.
Kalau sudah nyata kebenarannya, ia bernama teori.
Selama atom masih tinggal
dalam otak Democritus saja, maka atom tadi dalam ribuan tahun masih tinggal
sebagai hipotesis. Tetapi sesudah atom itu sekarang bisa dilihat dengan
mikroskop, maka atom itu bukan barang kepercayaan, dugaan lagi, melainkan
bukti. Kadang-kadang teori itu juga dipakai untuk ditentangkan dengan praktek.
Teori yang tidak bisa dipraktekkan semata-mata tinggal sebagai teori belaka.
Teori yang kita maksud di sini adalah teori yang nyata kebenarannya, teori yang
sudah diuji dan dilaksanakan sehari-hari.
Disini mesti diingat, bahwa
perkataan Latin atau Yunani yang pindah ke bahasa Belanda dan Inggris sudah
tidak berubah lagi pengertiannya. Asalnya sama, tetapi perkembangannya
berlainan. Begitulah perbedaan terjemahan dan pemakaian kata-kata “teori” dan
“probelm” dalam dua bahasa tersebut.
Yang penting buat saya,
buat Madilog, ialah metode atau cara yang dijalankan untuk menguji benar
tidaknya suatu teori. Metode yang dipakai :
- Metode sintesis.
- Metode analitis.
- Metode reductio ad absurdum.
Ketiga metode ini sukar
dilaksanakan dengan tepat kalau tiada mengambil contoh dari geometri sendiri.
Sebab itu kita rasa perlu di sini berlaku sebagai murid sekolah menengah untuk
menguji benar tidaknya suatu teori (Bagi pembaca yang tidak mempelajari
geometri, bagian ini bisa dilampaui saja).
1. Metode sintesis
Untuk melaksanakan metode
ini saya ambil teori Pythagoras, filsuf Yunani yang masyhur lebih dari 2.500
tahun yang lampau. Bukan saja teori ini memberi contoh yang baik guna melaksanakan
metode sintesis. Tetapi juga sebagai penghormatan kepada pemikir besar zaman
purbakala yang dengan beberapa pemikir Yunani lain, boleh dianggap perintis
sains. Teori Pythagoras adalah satu anak tangga yang mesti dinaiki pada jenjang
geometri, menurut sistem Euclides. Beberapa cara ujian bisa dilakukan. Dulu
saya tahu beberapa jalan. Sekarang sudah lupa. Tetapi ujian yang di bawah ini
cukup baik buat maksud kita.
TEORI PYTAHGORAS :“Jumlah
kuadrat (lipat dua) dari dua garis sudut siku = kuadrat dari garis
miring
Terbukti ABC bersiku (90º) pada
A.
Mesti di uji : AC ² + AB ² = BC ²
Ujian: Kita tarik garis
tinggi AD (artinya AD membentuk sudut (90º) pada BC
ADC sama bentuk
dengan ADB.Jadi, ADC sama bentuk dengan ADB(menurut teori sama
sebangun) – tingkat ICD : AC = AC : BCDB : AB = AB : BC(menurut teori sudut
siku) – tingkat IIJadi AC ² = CD x
BC AB ²
= DB x BC(menurut teori hukum aritmetika) – tingkat IIIAC ² + BC ² = (CD +
DB) x BC
= BC x
BC
= BC
²
(menurut hukum aritmetika) – tingkat IV
Empat tingkat I, II, III,
IV, kita mesti jalani baru sampai ke penghabisan. Masing-masing dari 4 tingkat
itu ialah teori geometri juga, tetapi III dn IV ialah teori atau hukum yang
dipakai pada aritmetika yang bisa dipakai pula dalam aljabar. Tiap-tiap teori
yang dipakai bisa dipecah lagi menjadi teori yang dipelajari lebih dahulu.
Nyatalah sifat atau metode
cara sintetis itu memasang teori yang sudah dikenal, sampai teori yang mesti
diuji nyata kebenarannya. Kita berjalan dari yang dikenal kepada yang baru.
Kita pasang segala teori yang sudah dikenal guna menyatakan yang belum dikenal.
Seolah-olah kita berjenjang naik!
Kalau kita pakai jalan
analitis, kita berlaku sebaliknya. Kita bertangga turun.
2. Metode analitis
Teori = soal : kalau salah
satu dari 2 sisi sudut siku itu setengah dari sisi yang miring (hypotenusa),
maka di depan sisi itu ada sudut
30º
Diketahui : sudut CAB = 90
º
AC = ½ BC = CD Mesti di uji sudut ABC = 30 º
Disini kita tidak kenal
atau tak lekas kenal teori yang bisa dipasang guna mencapai maksud kita. Bisa
jadi kalau lama kita renungkan atau kita pendam soal ini dalam kepala, maka
sesudah satu atau dua jam, satu atau dua hari, sedang mandi atau menyepak bola,
sedang minum es atau makan gado-gado, jawabnya tiba-tiba keluar. Tetapi sikap
ini tak bisa dipakai dalam ujian. Kalau jalan sintetis tak lekas membawa hasil,
maka andaikan teori ini benar.
Jadi sudut ABC yang mesti
kita uji itu betul 30 º
Kita bertanya, apakah
akibatnya? Kalau akibatnya tidak berlawanan dengan hukum geometri umumnya dan
fakta-fakta soal, yaitu bukti teori yang khususnya mesti kita wujudkan, maka
benarlah soal itu.
Demikianlah
kalau ABC = 30º, maka ACB = 60º. Kalau begitu ADC
= 60º sebab AC = CD menurut bukti-bukti soal. Kalau ADC =
60º, maka ADB = 180º - 60º = 120º.
Kalau ADB =
120º, maka BAD = 180º - (120º+30º) = 30º
Kalau BAD = 30º,
maka DAC = 60º
Dan ini benar, menurut yang
berbukti bermula. Quot
Erat Demonstrandum. Demikianlah sudah terbukti.
Nyatalah di atas, kita
bermain dengan “kalau” dan main “andai”. Dari ujung yakni perkara yang mesti
ktia uji sampai ke pangkal, ke dasar geometri, kita main “andai”. Bila kita tak
bertemu dengan hal yang berlawanan, dengan geometri umumnya dan bukti-bukti
yang didasarkan pada soal itu sendiri khususnya, maka benarlah jalan kita.
Betullah teori atau soal itu tadi.
Dengan metode sintesis kita
berjalan dari yang dikenal ke yang belum atau yang mau kita kenal. Dengan metode
analitis sebaliknya. Kita berjalan dari yang mau tetapi belum kita kenal,
kepada jalan yang sudah kita kenal. Kita ungkap segala yang tersembunyi dalam
rahasia baru, dalam teori atau soal baru.
3. Metode reduciton
ad absurdum
Ada kalanya kita tak lekas
atau tak dapat jalankan 2 metode di atas. Dalam hal ini kita pakai perkakas
terakhir, metodereduciton
ad absurdum. Kita jerumuskan, sengaja sesatkan siapa yang tak
percaya pada teori itu supaya insyaf, bahwa teori itu saja yang benar.Teori
atau soal berkata :Cuma satu garis siku bisa dijatuhkan dari titik C pada garis
AB.Terbukti : garis
AB
Sudut CDA = 90ºMesti diuji : cuma
CD saja yang bersiku (90º) pada AB.
Ujian : kita kerok otak
kita mencari teori dan hukum yang kita kenal untuk menyelesaikan soal ini. Tak
dapat! kita bermain “pengandaian” dan coba berjalan dari yang belum dikenal
pada yang nyata dikenal. Gagal! Kita buntu, keringat sudah keluar, kita sedang
dalam examen dan
sang waktu hampir berlalu. Sekarang, mau tak mau, lari pada jalan ketiga
: reduction ad
absurdum.
Seandainya ada garis kedua,
bersiku, jatuh dari C pada AB, umpamanya garis CE. Kalau begitu sudut CED =
90º. Maka jumlah 3 sudut CDE = 90º + 90º + Xº, atau 180º + Xº lebih besar dari
180º, maka bertentangan dengan hukum yang sudah dikenal dalam geometri, yaitu:
jumlah semua sudut dalam sebuah segitiga selalu 180º. Maka pengandaian tadi
absurd. Bertentangan dengan hukum yang dikenal. Karenanya teori yang mau kita
uji di atas itu benar.
Pada jalan ketiga ini,
pertama kali mengandaikan akibat teori itu salah. Kita berjalan membelakang
dari akibat ke pangkal. Akhirnya kita sesat, sebab kita berjumpa dengan hal
yang bertentangan dengan hukum atau teori geometri yang sudah diakui
kebenarannya lebih dahulu. Jadi akhirnya kita yakin bahwa akibat teori yang mau
diuji itu sendiri tidaklah salah. Semua jalan lain malah menyesatkan kita.
Kalau akibat disalahkan, maka “dasar-dasar” geometri yang sudah diakui kebenarannya
mesti disahkan pula.
PROBLEMA
Dalam problema, yaitu
soal-soal membuat sebuah gambar geometri (geometry
figure) dengan penggaris dan jangka, kita juga memakai dua cara
pertama dalam menguji teori tadi: sintesis dan analitis.
Ada lagi satu cara yang
bisa dipakai, yaitu
intersection of logic, atau pertemuan jalan. Sesudah gambar
geometri tadi dibuat, maka seperti pada teori, kita mesti menguji kebenaran
gambar yang kita peroleh. Uji, apakah gambar itu memenuhi syarat yang dituntut
oleh problema. Jadi sebuah problema mesti mula-mula dipecahkan baru kemudian di
uji.
Untuk meringkas, maka
sekarang tidaklah perlu kita membuat gambar untuk menjelaskan dua cara yang
pertama, karena sudah masuk pembicaraan kita terdahulu. Untuk memudahkan
pengertian, lebih baik kita mulai dengan cara yang baru itu.
INTERSECTION OF LOGIS
Problema: Tariklah
garis menyinggung pada satu lingkaran di luar titik tadi.
Diketahui: Lingkaran
M lingkaran N
Dikehendaki: Menarik
garis menyinggung dari P ke lingkaran dari P ke lingkaran N
Konstruksi : Sambungkan
P dengan M
Buat lingkaran penolong M
dengan memakai titik M sebagai titik pusat.
Lingkaran N memotong
lingkaran pada titik A dan titik
B
Hubungkan titik A dan B
dengan P.
Jadilah garis PA dan PB
sebagai garis singgung yang dikehendaki.
Ujian: Tarik garis penolong
MA dan MB. Nyata bahwa sudut MAP dan MBP bersiku 90º, karena masing-masing
berdiri pada lingkaran. Garis PA dan PB berdiri tegak lurus atas straal MB dan MA.
Jadinya kedua garis PA dan PB adalah dari singgung.
Amatilah sudut MBP. Sudut
itu 90º sebab berdiri menentang ½ lingkaran PBM. Ia adalah pertemuan garis PB
dan NB di titik B. Titik B pada dua garis PB berlocus, bertempat di seluruh
lingkaran M. Dimana dua lingkaran itu bertemu, berselang, seperti di B,
disanalah titik B dari garis PB dan B dari garis MB berpadu.
Amatilah sendiri sudut MAP
No comments:
Post a Comment